“ON
FARM” DAN KESEJAHTERAAN PETANI
*) Julkhaidar Romadhon
Kemiskinan di perdesaan sangat identik dengan
kemiskinan petani.
Pada
saat krisis ekonomi tahun 1998, disaat sektor-sektor perekonomian lain
berjatuhan sektor pertanian lah yang tampil menjadi penyelamat. Sektor industri yang pada masa itu selalu
dibanggakan dan mendapat dukungan, juga tidak berdaya menghadapi hantaman badai
tersebut. Tingginya harga bahan baku karena mengandalkan impor hingga
mengakibatkan biaya produksi tinggi, pada akhirnya jualah yang membuat banyak
pabrik menjadi tutup. Pertanian adalah satu-satunya sektor perekonomian yang
tahan guncangan krisis ekonomi yang terjadi saat itu. Di sektor itu jugalah
yang paling banyak menyerap para pengangguran dan menyelamatkan jutaan nyawa
rakyat kita dari bahaya kemiskinan. Lantas, mengapa ketika ekonomi kembali
pulih sektor pertanian tetap saja meninggalkan fenomena klasik yang belum
terselesaikan sampai sekarang, yaitu kemiskinan para pelakunya yang dalam hal
ini adalah petani.
FENOMENA KEMISKINAN PETANI
Negara
Indonesia pada dasarnya adalah negara agraris, negara dengan sumberdaya dasar
pertanian. Akan tetapi mainstream pembangunan ekonomi yang dilaksanakan selama
ini masih belum mendasarkan pada upaya-upaya peningkatan kapabilitas sumberdaya
pertaniannya. Agribisnis tetaplah sebagai jargon peningkatan daya saing
pertanian yang tidak dilakukan dalam arah yang jelas.
Petani,
pekebun dan nelayan sebagai aktor utama pembangunan pertanian tidaklah
menunjukkan tanda-tanda menjadi lebih produktif, lebih bermartabat dan lebih
sejahtera, bahkan cenderung semakin ‘tertinggal’ dibandingkan aktor pembangunan
lainnya. Petani selalu dijadikan objek penelitian dan topik diskusi yang hangat
untuk diperbincangkan. Walaupun telah banyak penelitian dan diskusi para ahli,
nyatanya sampai sekarang petani kita tetap miskin. Hal ini bisa terlihat dari
indikator-indikator sosial ekonomi yang menunjukkan keprihatinan itu.
Badan Pusat Statistik tahun 2011 mencatat bahwa 30,02 juta jiwa atau lebih kurang 12,49% dari total
penduduk di Indonesia yaitu lebih kurang 237 juta jiwa adalah penduduk miskin. yang mana sekitar 63,2%
dari jumlah tersebut berada di perdesaan dengan mata pencaharian utama di
sektor pertanian dengan luas lahan kurang dari 0,3 hektar. Selain
itu, nilai tukar petani (NTP) yang merupakan salah satu indikator untuk mengukur tingkat
kesejahteraan petani dari tahun ke tahun, juga tidak
mengalami peningkatan yang signifikan atau terlalu kecil.
Peningkatan NTP selalu
tidak akan mampu mengimbangi tingginya laju inflasi setiap tahun, akibat
naiknya harga barang-barang kebutuhan yang lain pada umumnya. Nilai tukar petani adalah rasio antara indeks harga yang diterima petani
(IT) dengan indeks harga yang dibayar petani (IB) yang dinyatakan dalam
persentase. Secara konsepsional NTP adalah pengukur kemampuan tukar
barang-barang (produk) pertanian yang dihasilkan petani dengan barang atau jasa
yang diperlukan untuk konsumsi rumah tangga dan keperluan dalam memproduksi
produk pertanian.
Masalah
kemiskinan, pemerataan dan keadilan sosial merupakan dilema utama pembangunan
pertanian dan perdesaan. Kunci pemecahan masalah kemiskinan di perdesaan
tidaklah mungkin diatasi dengan mengabaikan upaya pembangunan pertanian dan
perdesaan. Harus ada kebijakan pembangunan pertanian yang terintegrasi mulai
dari hulu sampai ke hilir. Kebijakan tersebut haruslah berpihak kepada petani,
sehingga bisa berjalan sesuai yang diharapkan karena memperoleh dukungan dari
dalam diri petani.
Peran
strategis pengurangan kemiskinan yang terkait dengan pertanian juga didasarkan
pada argumentasi bahwa sekitar 65% kemiskinan terdapat di pedesaan dan sekitar
75% dari kemiskinan tersebut terkait dengan pertanian. Artinya, jika kemiskinan
yang terkait dengan pertanian dapat diatasi maka lebih dari separuh kemiskinan
Indonesia dapat diatasi. Oleh sebab itu, pertanian dan perdesaan selalu dan
menjadi perhatian utama dalam strategi penanggulangan kemiskinan di Indonesia.
KEGIATAN ON FARM PERUM BULOG
Kegiatan
on farm BULOG dilaksanakan di 18 Divre
seluruh Indonesia, dengan target luas tanam sejumlah 104 ribu hektar dalam dua
musim tanam padi. Dimana diharapkan menghasilkan gabah sebanyak 520 ribu ton
yang ekuivalen dengan 330.200 ton, jika diasumsikan rata-rata per hektar produksi
sebanyak 5 ton.
Sistem
pelaksanaan kegiatan on farm di lapangan
dapat dibagi menjadi tiga kategori yang disesuaikan dengan kondisi
Divre/Subdivre setempat antara lain :
1. On farm mandiri (corporate farming) adalah
kegiatan usahatani padi yang dikelola secara mandiri oleh BULOG di lahan milik
sendiri dan/atau sewa dengan pendampingan dan pengawalan teknis dari petugas
penyuluh pertanian (PPL).
2. On farm kemitraan mandiri (cooperative
farming) adalah kegiatan kerjasama usahatani padi antara BULOG dan Mitra Kerja
On Farm Mandiri (MKO), dengan cara BULOG memberikan sarana produksi padi
(saprodi) kepada petani/kelompok tani atas jaminan dari MKO yang dibayar
kembali setelah panen(yarnen) atau dengan pola bagi hasil dan seluruh hasil
panen dijual kepada BULOG.
3. On farm kemitraan sinergi (cooperative sinergy
farming) adalah kegiatan kerjasama usahatani padi antara BULOG dengan instansi
terkait di daerah (seperti, Dinas yang menangani pertanian dan ketahanan pangan
di Pemerintahan Daerah setempat), Gapoktan/KTNA, Perusahaan/Distributor
Saprodi, Perbankan dan Mitra Kerja Pengadaan (MKP) dalam rangka pembiayaan
usahatani, penyediaan saprodi, budidaya, penanganan panen dan pasca panen yang
dibayar kembali setelah panen (yarnen), serta seluruh hasil panen dijual kepada
BULOG.
Kegiatan pola on farm tersebut diatas, dalam
pelaksanaannya disesuaikan dengan kondisi di lapangan di Divre/Subdivre. Dalam prinsip penerapannya, Divre/Subdivre
dapat memilih satu diantara ketiga pola kemitraan yang ada tersebut.
ON
FARM DAN KESEJAHTERAAN PETANI
Program on farm merupakan salah satu bukti
keberpihakan BULOG terhadap petani. BULOG diharapkan menjadi mitra petani dan
sebagai tangan pertama dalam melakukan pembelian hasil jerih payah mereka, sesuai
dengan harga pembelian pemerintah (HPP). HPP merupakan harga patokan yang
perhitungannya sudah dilakukan dengan cermat oleh pemerintah, dimana satu sisi
petani tidak dirugikan karena terlalu rendah sedangkan disisi lain konsumen tidak keberatan karena
terlalu mahal.
Rendahnya harga yang diterima petani dan
tingginya tingkat harga di konsumen juga mengindikasikan adanya informasi pasar
yang tidak berimbang atau biasa dikenal dengan pasar yang asimetris. Petani di
desa bisa “dibodoh-bodohi” oleh para tengkulak dengan membeli pada tingkat harga
lama, padahal harga baru dalam hal ini HPP sebagai patokan sudah dikeluarkan.
Sehingga tujuan pemberlakuan HPP baru oleh pemerintah agar harga hasil panen
mereka tidak jatuh, tidak dapat dinikmati oleh petani itu sendiri.
Selain itu juga, rendahnya harga padi
ditingkat petani juga diakibatkan karena keterikatan petani dengan para
tengkulak. Petani harus menyerahkan semua hasil panen mereka untuk membayar
hutang kepada para tengkulak tersebut. Hal ini disebabkan petani sudah
melakukan pinjaman atau menghutang terlebih dahulu kepada mereka. Hutang
tersebut biasanya berupa pupuk, bibit, pestisida bahkan keperluan kebutuhan
pokok sehari-hari. Biasanya kebanyakan hutang atau pinjaman dikenakan bunga
yang sangat tinggi yang bisa dua sampai empat kali lipat dari pinjaman pokok.
Kalau sudah begitu akibatnya petani tidak bisa berbuat banyak dan hanya bisa
menerima apa saja yang dimau oleh para tengkulak itu. Posisi tawar (bargaining
position) yang lemah tersebut pada akhirnya mengakibatkan kemiskinan banyak petani
di perdesaan dan kesejahteraan yang
selalu diimpikan petani tidak kunjung datang juga.
Rantai setan tataniaga pertanian yang
berbelit-belit atau benang kusut seperti itulah diharapkan terurai lewat
program on farm BULOG ini. Program on
farm ini diharapkan menjadi miniatur dari sebuah tataniaga pertanian yang baik.
Dalam program ini, BULOG dapat berperan dari hulu sampai ke hilir, dari tahap
pra panen sampai dengan pasca panen. Dari tahap pra panen misalnya BULOG bisa
memberikan petani sarana produksi (saprodi) seperti benih, pupuk, pestisida
serta sarana yang lainnya yang selama ini dipinjam dari para tengkulak. Sedangkan
setelah mereka panen, BULOG pun membeli hasil panen mereka sesuai dengan harga
HPP yang berlaku.
Tentunya sudah bisa terbayang akan kehidupan
petani kita jika melihat dari program kemitraan on farm yang telah dilakukan
oleh BULOG. Kerjasama yang dilakukan dengan baik tersebut akan saling
menguntungkan pada kedua belah pihak. Di satu sisi petani mendapat pinjaman
saprodi tanpa harus menghutang dengan bunga tinggi, kemudian hasil panen mereka
dibeli sesuai HPP, disisi lain BULOG mendapatkan gabah/beras berkualitas dalam
rangka memantapkan ketahanan pangan nasional.
Program on farm BULOG dengan pemberian saprodi
dan pembelian gabah/beras petani sesuai dengan tingkat harga yang berlaku, diharapkan
sedikit demi sedikit membuat petani lebih sejahtera. Mereka tidak akan lagi
terbebani dengan bunga hutang yang tinggi yang mencekik leher dan mendapatkan
bayaran hasil panen yang rendah. Jika sudah seperti itu, petani bisa
mengalihkan uang pendapatan hasil panen mereka untuk kebutuhan lainnya tanpa
terbebani untuk membayar hutang. Mereka juga bisa menikmati membeli barang
kebutuhan sekunder lainnya selain kebutuhan primer yang sudah terpenuhi. Dengan
pendapatan yang lebih juga, mereka bisa memeriksakan kesehatan dirinya dan
keluarganya yang selama ini mungkin sedikit terabaikan.
Keberhasilan program kemitraan BULOG dengan
petani binaannya, diharapkan mampu untuk menarik petani lain agar ikut juga
bergabung ke dalamnya. Dengan semakin banyaknya petani yang bergabung, semakin
banyak juga pasokan gabah/beras yang diterima BULOG. Begitu juga sebaliknya,
semakin banyak petani yang bergabung semakin banyak pula petani yang sejahtera.
Sehingga dengan program ini, diharapkan dapat mengurangi kemiskinan petani padi
di perdesaan pada umumnya.
PERAN
DAN DUKUNGAN PEMERINTAH
Peran dan dukungan pemerintah sangat
diharapkan dalam keberhasilan program on farm ini. Pemerintah dapat memberikan
pinjaman bunga ringan kepada BULOG dalam proses pengadaan sarana produksi bagi
petani. Pemerintah juga dapat meminjamkan atau menghibahkan lahan yang selama
ini lahan tidur atau tidak produktif untuk dikelola BULOG. Selain itu juga,
pemerintah dapat mensosialisasikan akan pentingnya program kemitraan antara
BULOG dengan petani ini, sehingga program on farm tersebut akan mendapat dukungan dari berbagai pihak.
Suksesnya program on farm dengan dukungan dari
berbagai pihak pada akhirnya juga akan meningkatkan taraf kesejahteraan hidup
petani. Kesejahteraan petani yang didukung dengan kesehatan yang baik merupakan
dambaan setiap tujuan program pemerintah. Dengan petani yang sejahtera dan
sehat akan menjadi jaminan bahwa produksi padi akan tetap ada tiap tahunnya.
Pemerintah juga tidak perlu khwatir akan laju alih fungsi lahan yang dilakukan
petani. Petani tidak akan menjual sawah mereka ataupun beralih ke tanaman
lainnya jika usahatani padi yang dilakukan dapat menjamin kesejahteraan
keluarganya.
PENUTUP
Sudah saatnya petani kita ikut merasakan
manisnya dari sebuah pembangunan. Sudah saatnya petani kita lebih sejahtera,
lebih produktif dan lebih bermartabat. Petani di tanah air harus merdeka di
tanah mereka sendiri. Kemiskinan petani merupakan masalah kita bersama yang
harus dicarikan solusinya. Program on farm BULOG merupakan pintu masuk untuk
mengatasi kemiskinan petani di perdesaan. Kesejahteraan suatu desa dapat
dicerminkan dari kesejahteraan petaninya dan kesejahteraan suatu petani dapat
dilihat dari kesejahteraan petani padinya. Semoga program on farm Perum BULOG
ini dapat menjadi perintis bagi program-program lainnya yang bertujuan untuk
mensejahterakan petani.
*) Staf SDM & Hukum
Divre Sumatera Selatan
No comments:
Post a Comment
komentar