Thursday 28 February 2013

FLEKSIBILITAS HPP



STRATEGI FLEKSIBILITAS HPP SEBAGAI
SARANA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI

                                                *) Julkhaidar Romadhon

PENDAHULUAN
            Kebijakan harga dan non-harga buat komoditas pangan telah lama dikenal dalam literatur ekonomi pertanian. Kebijakan Non harga sudah ada sejak tahun 1960 an melalui  program bimbingan massal (BIMAS) dengan cara memperkenalkan varietas unggul padi, pemupukan, pemberantasan hama dan penyakit, perbaikan pengairan, dan perbaikan teknik pertanian. Namun, kebijakan non harga tersebut tidak terlalu efektif dikarenakan sering dijumpai kasus harga gabah/beras dibawah harga produksi petani.  Oleh karena itulah, Kebijakan harga dalam rangka melindungi kepentingan petani padi dan beras diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1969 dan sampai kini kebijakan harga dan non harga dilaksanakan secara bersamaan.

PERJALANAN KEBIJAKAN HARGA
            Kebijakan harga yang diterapkan pemerintah dalam perjalanannya banyak mengalami perubahan mulai dari istilah sampai dengan cara penghitungannya. Pada era Orde Baru (ORBA) pemerintah menetapkan harga gabah dan beras melalui instrument harga dasar. Pemerintah melalui BULOG (Badan Urusan Logistik) menyerap gabah dan beras petani agar tidak mengalami kejatuhan atau dibawah harga dasar. Penetapan harga dasar pada tahun 1980-an ditentukan oleh berbagai variabel dan formula. Formula yang dipakai untuk itu berubah dari waktu ke waktu. Awalnya harga dasar mengacu pada rumus tani, yaitu harga per kg gabah kering simpan (GKS) sama dengan harga per kg urea. Namun Sejak awal tahun 1990an, harga dasar ditetapkan dengan mempertimbangkan biaya produksi, tingkat inflasi, dan harga beras di pasar internasional. Harga beras luar negeri dipakai sebagai patokan biaya oportunitas dan efisiensi pada industri beras nasional.
            Di era reformasi pemerintah menata ulang kebijakan harga yang terabaikan dalam periode 1997-2000. Pada waktu itu, pemerintah terpaksa menempuh liberalisasi pasar beras yang radikal, karena "tekanan" lembaga donor IMF. Pada akhir tahun 2001, pemerintah berhasil menata ulang kebijakan perberasan nasional. Perubahan harga dari harga dasar (HD) menjadi harga dasar pembelian pemerintah (HDPP) tertuang dalam diktum ketiga Inpres No. 9/2001 tentang penetapan kebijakan perberasan dan berlaku sejak 1 Januari 2002. Inpres perberasan di era reformasi lebih komprehensif, mencakup kebijakan harga dan non-harga, kebijakan perdagangan, stok publik, serta subsidi beras terarah. Inpres kebijakan perberasan tersebut diperbaharui hampir setiap tahun. Sejak tahun 2005, istilah HDPP diganti menjadi harga pembelian pemerintah (HPP).
            Harga Pembelian Pemerintah (HPP) yang dituangkan dalam Inpres dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2010 banyak mengalami perkembangan. HPP yang dimuat dalam Inpres tahun 2005 sampai dengan tahun 2009 memiliki kesamaan yaitu BULOG dalam melakukan pembelian gabah/beras harus berdasarkan HPP didalam Inpres tersebut. Tetapi ini sangat berbeda dengan Inpres yang terbit pada tahun 2010, yaitu No. 8/2010 yang memberikan izin kepada BULOG untuk membeli gabah/beras diatas harga HPP yang berdasarkan pada data pencatatan harga BPS. Disini BULOG diberikan keleluasaan dalam membeli gabah/beras petani tanpa terpaku dengan harga pembelian pemerintah atau yang sering kita kenal dengan istilah fleksibilitas HPP.    

PERKEMBANGAN FLEKSIBILITAS HPP PADA INPRES NO 8 TAHUN 2010
Pemerintah dalam rangka memberikan  jaminan harga dan jaminan pasar atas hasil produksi padi petani menunjuk suatu lembaga yaitu Perum BULOG. Harga Pembelian Pemerintah (HPP) Pembelian gabah dan beras dalam negeri yang disebut sebagai pengadaan dalam negeri  merupakan satu bukti keberpihakan Pemerintah (Perum BULOG) pada petani produsen melalu jaminan harga dan jaminan pasar atas hasil produksinya. Bulog diharapkan dapat menyerap gabah/beras sebanyak-banyaknya melalui fungsi pengadaannya.
            Instruksi Presiden  No 8/2010, yang berisikan izin kepada BULOG untuk membeli gabah/beras diatas harga HPP  berdasarkan data pencatatan harga BPS, merupakan bukti keberpihakan pemerintah kepada petani. Walaupun berdasarkan analisa didaerah menyebutkan kenaikan insentif HPP, hanya efektif pada 1-2 minggu pertama pengadaan setelah insentif HPP diberikan, kemudian terjadi kenaikan harga/gabah beras di pasar, tetapi justru hal tersebut dapat kita lihat sebagai sarana BULOG untuk membantu pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan petani.
            Perhitungan fleksibilitas HPP yang dilakukan BULOG, hendaknya memperhitungkan variabel-variabel biaya produksi dan memberikan tingkat keuntungan yang wajar bagi petani dan tidak memberatkan bagi konsumen. Jika semua itu sudah diperhitungkan, sekarang tinggal hanya bagaimana caranya merumuskan langkah-langkah strategis agar fleksibilitas HPP yang dilakukan BULOG efektif dan mampu meningkatkan kesejahteraan petani. Efektif disini mengandung artian bahwa fleksibilitas HPP tersebut benar-benar dinikmati oleh petani bukan para pedagang beras. Oleh karena itulah, perlu adanya rumusan strategi dalam penerapan fleksibilitas HPP ini agar mencapai tujuan yang diinginkan.

STRATEGI KEBIJAKAN FLEKSIBILITAS HPP
            Jika BULOG ingin berpihak kepada petani untuk meningkatkan kesejahteraan mereka, justru dengan Inpres No 8 tahun 2010 inilah kesempatannya. Nilai tukar petani padi dari tahun ke tahun sangat kecil peningkatannya jika dibandingkan dengan petani tanaman lain seperti perkebunan. Artinya, tingkat kesejahteraan petani padi tidak lebih baik daripada petani perkebunan. Petani perkebunan kebanyakan lebih sejahtera dibandingkan dengan petani tanaman padi.   Oleh karena itu, Inpres No 8 tahun 2010 benar-benar memberikan kesempatan kepada BULOG untuk lebih aktif membeli gabah/beras dari petani dalam rangka meningkatkan nilai tukar mereka. Semakin banyak gabah/beras yang diserap petani berarti semakin sejahteralah petani padi.
            Inpres No 8 tahun 2010, memberikan kesempatan kepada BULOG untuk membeli gabah/beras diatas harga yang ditetapkan pemerintah (HPP) dengan berpedoman pada data pencatatan harga BPS. Agar kenaikan insentif HPP yang diberikan BULOG dapat dinikmati oleh petani, maka BULOG harus dapat membeli langsung kepada petani tersebut tanpa melalui perantara. Walaupun BULOG bisa menurunkan satgas ADA DN untuk membeli langsung gabah/beras petani, tetapi jumlahnya tidak terlalu banyak dan tidak dapat menjangkau seluruh luas daerah produksi. Selain itu juga satgas ini disinyalir kebanyakan membeli gabah/beras melalui perantara, seperti membeli beras dari mitra kerja ataupun pelaku perberasan yang lainnya seperti pedagang ataupun tengkulak. Sehingga dikhawatirkan Fleksibilitas HPP ini tidak dinikmati oleh petani, tetapi dinikmati oleh mitra kerja atau pelaku perberasan lainnya sehingga  akhirnya kesejahteraan petani sulit untuk diwujudukan.
            Oleh karena itulah, dalam rangka fleksibilitas HPP ini mencapai dua tujuan sekaligus yakni pertama, BULOG mampu menyerap gabah/beras petani sebanyak-banyaknya dan kedua, meningkatkan kesejahteraan petani, maka haruslah dibuat beberapa peraturan yang wajib untuk dipenuhi. Peraturan tersebut berisi syarat-syarat yang harus dipenuhi baik oleh satgas ADA DN, UPGB, maupun oleh Mitra Kerja (MK).       
Syarat-syarat tersebut harus mencantumkan antara lain :
1. Nama petani yang menjual gabah/beras
            Gabah/beras yang diperoleh satgas ADA DN, UPGB, maupun oleh Mitra Kerja harus mencantumkan nama beberapa petani, ataupun gapoktan, sehingga jelas bahwa mitra langsung membeli ke petani tanpa melalui perantara.
            BULOG dapat menolak gabah/beras dari satgas ADA DN, UPGB, maupun oleh Mitra Kerja jika melalui banyak perantara. Banyaknya perantara dalam perberasan ini akan menyebabkan banyaknya margin keuntungan yang dibagi, jika sudah begitu tentu akan menyebabkan harga yang diterima petani menjadi lebih rendah. Jika petani menerima harga yang tidak wajar, bagaimana kesejahteraan petani bisa meningkat

2. Daerah asal gabah/beras yang diperoleh
            Daerah asal beras yang diperoleh harus pula dicantukam, sehingga kebenaran dari data yang diberikan dapat diverifikasi dengan langsung mendatanginya dan menanyakan kebenaran data tersebut. BULOG dapat menolak gabah/beras dari satgas ADA DN, UPGB, maupun oleh Mitra Kerja jika tidak mencantumkan daerah asal gabah/beras yang diperoleh.  Hal ini dapat mengindikasikan bahwa mereka khawatir akan diketahui berapa harga pembelian terhadap gabah/beras dari petani tersebut.
           
3. Harga gabah/beras yang dibeli
            Harga beras yang dibeli baik oleh satgas ADA DN, UPGB, maupun oleh Mitra Kerja merupakan hal yang sangat penting untuk dicantumkan. Transparansi harga sangatlah penting diketahui, karena kita dapat menghitung margin keuntungan masing-masing pihak yang terlibat dalam bisnis beras ini. Selain itu juga kita bisa mengetahui berapa harga yang diterima oleh para petani padi. BULOG dapat melakukan penolakan dari gabah/beras satgas ADA DN, UPGB, maupun oleh Mitra Kerja jika dinilai harga pembelian tersebut tidak wajar dan lebih banyak menguntungkan mereka.

            Kesemua syarat tersebut harus dilengkapi oleh satgas ADA DN, UPGB, maupun Mitra Kerja jika ingin memasukkan gabah/berasnya ke gudang BULOG. Ketentuan tersebut diatas bisa dimasukkan di dalam SOP (Standar Operasional Prosedur) pengadaan ataupun sebagai syarat tambahan wajib. Ketentuan tersebut juga mesti bersifat mengikat didepan hukum dalam artian disegel atau memakai materai dengan ditandatangani oleh perwakilan petani agar dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Memang diawal-awal pemberlakuan syarat tersebut banyak mitra kerja yang tidak mematuhinya, tetapi lama kelamaan hal ini akan terbiasa dengan sendirinya. 
            Bisa kita bayangkan jika kesemua syarat tersebut dapat dipatuhi oleh satgas ADA DN, UPGB, maupun Mitra Kerja BULOG. Mereka membeli dari petani langsung tanpa melalui perantara dalam hal ini tengkulak, tentunya HPP ini langsung dapat dirasakan manfaatnya bagi petani. Sehingga dengan demikian diharapkan nilai tukar petani padi yang menunjukkan tingkat kesejahteraannya dapat meningkat, dan permasalahan kemiskinan di perdesaan dapat teratasi dengan sendirinya.

PENUTUP
            Tentunya tugas untuk meningkakan kesejahteraan petani bukanlah pekerjaan yang mudah, banyak pihak yang mesti terlibat. Oleh karena itu, BULOG harus menggandeng organisasi-organisasi petani seperti PERPADI (Persatuan Penggilingan Padi),  KTNA (Kontak Tani Nelayan Andalan), HKTI (Himpunan Kerukunan Tani Indonesia) dan Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani), selain itu juga pihak pemerintah yang dalam hal ini Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan juga harus dilibatkan.
            Bagi Mitra Kerja BULOG walaupun syarat ini sangat sulit, tetapi harus tetap dipenuhi demi kepentingan jangka panjang yaitu kesejahteraan petani. BULOG juga harus konsisten dalam menjalankan syarat-syarat diatas jika benar-benar ingin meningkatkan nlai tukar petani. Semoga, permasalahan kemiskinan di Indonesia dapat teratasi dengan meningkatkan kesejahteraan petani padi di perdesaan.

           
          *) Staf SDM & Hukum
Divre Sumatera Selatan

No comments:

Post a Comment

komentar