REVITALISASI TEKNOLOGI PENGGILINGAN PADI
DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN PERTANIAN
Oleh : Julkhaidar Romadhon*)
A. Pendahuluan
Tingkat konsumsi masyarakat Indonesia terhadap beras, tergolong
cukup tinggi sampai saat ini. Beras masih dijadikan primadona makanan pokok
rakyat dibandingkan jagung, sagu dan umbi-umbian. Secara nasional, jumlah
konsumsi setiap orangnya mencapai 139 kilogram setiap tahunnya. Dengan
demikian, untuk mencukupi kebutuhan beras tingkat nasional, dengan asumsi
penduduk lebih kurang 240 juta jiwa dibutuhkan setidaknya 33 juta ton per tahun
(BPS, 2010).
Guna memenuhi pasokan beras,
pemerintah harus meningkatkan produksi padi dan gabah nasional. Kegiatan yang
dilakukan tidak hanya memfokuskan diri pada produksi panen saja tetapi juga
dituntut untuk mengatur soal kegiatan maupun kualitas formula penggilingan padi
(PP) yang beredar di masyarakat. Penggilingan padi merupakan kunci utama untuk
peningkatan kuantitas dan kualitas beras yang dihasilkan. Oleh karena itu,
dibutuhkan sebuah kebijakan yang menyeluruh seputar panen dan pasca panen agar
produktivitas perberasan nasional terus meningkat.
B. Arti dan Peranan Teknologi Penggilingan
Padi dalam Sistem Perberasan di Indonesia
Teknologi
merupakan sumber daya buatan manusia yang kompetitif dan selalu mengalami
perkembangan yang cepat. Penggunaan teknologi akan mengubah input menjadi
output yang diinginkan (Gumbira-Said, et, al.,2001). Teknologi terdiri dari
empat komponen sebagai berikut :
1)
Technoware,
yang merupakan bagian dari fasilitas fisik seperti mesin serta peralatan yang
dapat meningkatkan kekuatan manusia serta mengontrol jalannya
2)
Humanware,
yang merupakan bagian dari kemampuan manusia itu sendiri, misalnya
keterampilan, keahlian dan kreativitas yang memperlihatkan nilai yang
sesungguhnya dari sumber daya manusia yang tersedia.
3)
Infoware,
fakta dan informasi yang tercatat, seperti desain, spesifikasi dan cetak biru
yang memungkinkan cepat dipelajari serta berbagai informasi, misalnya database.
4)
Orgaware,
metode, jaringan kerja sama (networking), serta berbagai praktik yang berfungsi
untuk mengkoordinasikan kegiatan untuk mencapai hal yang diinginkan.
Menurut Pattiwiri (2010), Penggilingan padi yang mempunyai
teknologi modern menerapkan beberapa rangkaian mesin menjadi satu. Rangkaian
mesin tersebut memiliki peran dan fungsi yang berbeda-beda. Rangkaian mesin
minimal yang harus ada dalam penggilingan padi adalah berupa;
a)
Precleaner yaitu mesin pembersihan awal untuk membuang
kotoran-kotoran dan benda asing dari gabah sehingga beras hasil penggilingan
nantinya akan terbebas dari benda asing.
b)
Husker yaitu mesin pemecah atau pengupas kulit yang
bertujuan melepaskan kulit gabah dengan kerusakan yang sekecil mungkin pada
butiran beras.
c)
Aspirator, yaitu mesin untuk memisahkan sekam yang
bertujuan memisahkan sekam dari beras pecah kulit dan gabah utuh yang belum
terkelupas selama proses pemecahan kulit.
d)
Separator, yaitu mesin untuk memisahkan gabah dan beras
pecah kulit agar tidak tercampur.
e)
Polisher, yaitu mesin penyosoh yang bertujuan untuk
membuang lapisan bekatul dari butiran beras agar penampakannya lebih mengkilap.
f)
Grader, yaitu mesin untuk memisahkan beras berdasarkan
ukuran agar dihasilkan beras menurut selera yang diinginkan.
C. Permasalahan Teknologi Penggilingan Padi
di Tanah Air
Menurut data BPS (2002), Jumlah penggilingan padi di
Indonesia sebanyak 108.512 unit dan diperkirakan paling tidak sebanyak 65 %
penggilingan padi di Indonesia adalah penggilingan padi kecil (PPK) dan
rice milling unit (RMU) yang masih menggunakan sistim kerja one pass.
Konfigurasi
mesin yang terdiri dari husker dan polisher ini akan menghasilkan rendemen yang
kecil dan mutu beras yang jelek. Hal ini dikarenakan prinsip kerja dari mesin
tersebut yang sederhana yaitu gabah langsung masuk ke husker kemudian jadi
beras lalu langsung disosoh dengan polisher. Gabah yang masuk ke husker atau
mesin pemecah kulit ini tidak seluruhnya jadi beras pecah kulit sehingga hasil
akhir pada polisher beras masih banyak tercampur dengan gabah. Selain itu juga,
mesin yang hanya memiliki satu polisher akan membuat beras banyak yang menjadi
patah akibat gesekan yang terlalu keras dibandingkan dengan mesin yang memiliki
dua atau tiga polisher. Kalau sudah begitu jelas akan berakibat ke hasil akhir
berupa rendemen giling yang berkurang.
Hasil
Penelitian Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian tahun 2003 menunjukan,
bahwa rendemen penggilingan padi yang telah dicapai sebagai berikut :
Penggilingan Padi Kecil (PPK) memiliki rendemen rata-rata 55,7 % dengan
kualitas beras kepala 74,25% dan beras patah 14,99%. Penggilingan Padi Menengah
(PPM) memiliki rendemen rata-rata 59,69% dengan kualitas beras kepala 75,73%
dan beras patah sebesar 12,52%. Penggilingan Padi Besar (PPB) memiliki rendemen
rata-rata 61,48% dengan kualitas beras kepala 82,45% dan beras patah sebesar
11,97%.
Dampak yang disebabkan karena banyaknya penggilingan padi
kecil dan mobile secara nasional menurut data perpadi setiap tahunnya beras
yang terhilang atau terbuang akibat tercampur sekam saat proses penggilingan
padi mencapai sekitar 3 persen dari 58 juta ton beras yaitu 1,2 juta ton beras
dimungkinkan lenyap selama proses penggilingan dan berkumpul dalam bentuk sekam
yang setara dengan nilai beras Rp 6 triliun per tahun (Kompas, 2001).
D. Revitalisasi Teknologi Penggilingan Padi
Menurut
Gaybita (2009), Penggilingan padi merupakan kunci dalam penentu mutu beras yang
beredar di pasar. Untuk bersaing di pasaran mutu beras diharapkan memenuhi persyaratan yang sesuai
dengan kebutuhan pasar, baik pasar lokal maupun internasional. Untuk itu,
perbaikan mutu ditingkat penggilingan padi harus menjadi fokus dalam perbaikan
mutu beras.
Perbaikan
mutu beras ditingkat penggilingan padi dapat dilakukan melalui “program
revitalisasi penggilingan padi” yang antara lain dapat dilakukan adalah :
1)
Inovasi Teknologi
Penggilingan Padi
Inovasi dalam penggilingan padi harus difokuskan kepada
penggilingan padi kecil. Inovasi dapat dilakukan dengan perbaikan konfigurasi
mesin yaitu menata kembali mesin-mesin yang telah ada sehingga kinerjanya
optimal atau melalui penambahan jenis mesin tertentu yang tidak mahal.
Penggilingan padi kecil (PPK) dapat dilakukan penambahan
jenis mesin separator (pemisah gabah dan
beras pecah kulit) dan satu buah polisher (mesin penyosoh). Dengan demikian gabah
dan beras pecah kulit akan dipisahkan oleh separator, yang masih dalam bentuk
gabah akan kembali masuk ke dalam husker sedangkan beras pecah kulit akan
diteruskan ke polisher satu dan polisher dua untuk menjadi beras bermutu
tinggi.
Penambahan mesin ini dapat dilakukan pemerintah melalui
Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani) dengan syarat mereka harus mendapatkan
bimbingan teknis mengenai operasional dan perawatannya, pengetahuan manajemen
usaha, serta pendampingan dan penguatan kelembagaan usaha dalam bentuk
pemberian bantuan keuangan untuk operasional alat mesin penggilingan padi.
2)
Perbaikan proses kerja
Jikalau inovasi teknologi penggilingan padi dapat dilakukan
maka solusi yang lain adalah dengan cara melakukan perbaikan proses kerja.
Perbaikan proses kerja dapat dilakukan dengan cara penggilingan padi kecil
hanya menghasilkan beras pecah kulit yang selanjutnya diolah di penggilingan
padi besar menjadi beras giling. Dengan adanya pembagian kerja ini, kehilangan
susut yang lebih besar serta beras banyak
yang patah akan terhindarkan.
3)
Penambahan Mesin
Pendukung
Tambahan mesin pendukung selain mesin utama sangat membantu
dalam peningkatan kuantitas dan kualitas beras. Mesin pendukung disini dapat
berupa dryer yaitu mesin untuk mengeringkan gabah. Dengan dryer maka petani
tidak lagi terkendala oleh cuaca walaupun di musim hujan. Dryer juga dapat
mengeringkan gabah dengan sempurna. Gabah yang kering merata akan
mempermudahkan dalam proses penggilingan selanjutnya untuk menghasilkan mutu
beras yang baik.
4)
Perbaikan cara pandang
dan manajemen
Cara pandang pengusaha penggilingan padi tentang kualitas
beras yang dihasilkan beras harus diubah. Cara pandang sederhana yang
mengatakan kalau sudah untung mau ngapain lagi harus dikikis habis, karena
mereka tidak akan termotivasi untuk menghasilkan beras dengan mutu yang lebih
tinggi. Selain cara pandang tersebut,
masalah lain yang tidak kalah pentingnya adalah manajemen yang
konvensional. Manajemen yang konvensional disini dapat berupa pembukuan yang
tidak jelas, sehingga tidak diketahui
berapa untung dan ruginya dalam berusaha tani.
Untuk mengatasi ke dua hal tersebut, pengusaha penggilingan
padi dapat diberikan pelatihan, magang dan studi banding. Dengan adanya
kegiatan tersebut wawasan mereka akan bertambah, pengalaman dari pengusaha
penggilingan padi lain dapat diserap sehingga harapan untuk menjadi pengusaha
penggilingan padi dengan konsep manajemen modern dapat terwujud.
E. Peran dan Dukungan Pemerintah
Peran dan dukungan
pemerintah dalam program revitalisasi teknologi penggilingan padi sangat
diharapkan. Pemerintah dapat memfasilitasi dan mendorong Persatuan Penggilingan
Padi (PERPADI) untuk tampil kedepan menjadi motor bagi pembaharuan sistem dan
usaha agribisnis perberasan nasional. Selain itu juga PERPADI bisa sebagai
avalis bagi Gapoktan dalam mendapatkan kredit modal usaha, penyedia sarana
produksi, penampung gabah petani, penyedia suku cadang alsintan, pengolah hasil
samping, lumbung pangan dan sebagai pemasar beras. Selain mendorong PERPADI
pemerintah juga dapat memberikan fungsi yang lebih besar kepada BULOG untuk
menyerap hasil sebanyak-banyaknya dari beras yang dihasilkan oleh pengusaha
penggilingan padi.
Dengan demikian
revitalisasi penggilingan padi ini tidak hanya diharapkan adanya peningkatan
rendemen, dan mutu gabah/beras tetapi ada hal lain yang lebih penting yaitu
adanya perbaikan pendapatan dan kesejahteraan petani serta pelaku usaha. Masyarakat
perdesaan sejahtera, masyarakat di perkotaan merasa aman dalam hal tercukupinya
kuantitas dan kualitas beras sebagai makanan pokok. Sehingga program pemerintah
dalam hal pengentasan kemisikinan di perdesaan lambat laun akan menjadi
kenyataan dan tujuan sebenarnya dari pembangunan pertanian juga akan tercapai
dengan sendirinya.
F. Penutup
Program revitalisasi pertanian
melalui inovasi teknologi penggilingan padi, perbaikan proses kerja, penambahan
mesin pendukung, serta perbaikan cara padang
dan manajemen diharapkan dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas beras di
tanah air. Selain itu juga peran serta dukungan pemerintah juga sangat sebagai
fasilitator dengan mendorong PERPADI dan BULOG sebagai motor penggerakan
perbaikan kuantitas dan kualitas.
Dengan
terjalinnya sinergi program revitalisasi teknologi penggilingan padi melalui
dukungan pemerintah dapat menjawab permasalahan kunci kehilangan susut hasil
dan mutu beras yang selama ini terjadi di Indonesia. Dengan begitu
kesejahteraan masayarakat pedesaan akan meningkat, dan tujuan utama pembangunan
pertanian untuk mengentaskan kemiskinan penduduk di pedesaan akan terselesaikan
dengan sendirinya.
Daftar Pustaka
Badan Pusat Statistik. 2002. Data Jumlah Penggilingan Padi di Indonesia.
www.bps.go.id. Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2010. Data dan Jumlah Persentase Konsumsi
Perkapita Penduduk di Indonesia.
www.bps.go.id. Jakarta.
Balai Besar
Pengembangan Mekanisasi Pertanian. 2003. dalam Workshop Revitalisasi
Penggilingan Padi. Wisma YTKI Jakarta tanggal18 Jun 2009. Jakarta
Gaybita, Nur M. 2009. Peningkatan
Mutu Beras. Persatuan Penggilingan Padi dan Beras Indonesia. Jakarta.
Gumbira-Said, E Rahmayanti
dan M.Z. Muttaqien. 2001. Manajemen
Teknologi Agribisnis. Kunci Menuju Daya Saing Global Produk Agribisnis.
Ghalia Indonesia.
Jakarta.
Kompas. 2001. Meningkatkan
Rendemen Dan Kualitas Beras Giling Melalui
Revitalisasi Sistem Penggilingan Padi Rakyat. http. Perpadi.or.id.
Pattiwiri, Abdul Waries. 2010. Teknologi Penggilingan Padi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
*) Divre Sumatera Selatan
Staf SDM dan Hukum