Thursday 28 February 2013

REVITALISASI PENGGILINGAN PADI



REVITALISASI TEKNOLOGI PENGGILINGAN PADI
 DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN PERTANIAN
Oleh : Julkhaidar Romadhon*)

A. Pendahuluan
Tingkat konsumsi masyarakat Indonesia terhadap beras, tergolong cukup tinggi sampai saat ini. Beras masih dijadikan primadona makanan pokok rakyat dibandingkan jagung, sagu dan umbi-umbian. Secara nasional, jumlah konsumsi setiap orangnya mencapai 139 kilogram setiap tahunnya. Dengan demikian, untuk mencukupi kebutuhan beras tingkat nasional, dengan asumsi penduduk lebih kurang 240 juta jiwa dibutuhkan setidaknya 33 juta ton per tahun (BPS, 2010).
Guna memenuhi pasokan beras, pemerintah harus meningkatkan produksi padi dan gabah nasional. Kegiatan yang dilakukan tidak hanya memfokuskan diri pada produksi panen saja tetapi juga dituntut untuk mengatur soal kegiatan maupun kualitas formula penggilingan padi (PP) yang beredar di masyarakat. Penggilingan padi merupakan kunci utama untuk peningkatan kuantitas dan kualitas beras yang dihasilkan. Oleh karena itu, dibutuhkan sebuah kebijakan yang menyeluruh seputar panen dan pasca panen agar produktivitas perberasan nasional terus meningkat.

B. Arti dan Peranan Teknologi Penggilingan Padi dalam Sistem Perberasan di Indonesia
            Teknologi merupakan sumber daya buatan manusia yang kompetitif dan selalu mengalami perkembangan yang cepat. Penggunaan teknologi akan mengubah input menjadi output yang diinginkan (Gumbira-Said, et, al.,2001). Teknologi terdiri dari empat komponen sebagai berikut :
1)      Technoware, yang merupakan bagian dari fasilitas fisik seperti mesin serta peralatan yang dapat meningkatkan kekuatan manusia serta mengontrol jalannya
2)      Humanware, yang merupakan bagian dari kemampuan manusia itu sendiri, misalnya keterampilan, keahlian dan kreativitas yang memperlihatkan nilai yang sesungguhnya dari sumber daya manusia yang tersedia.
3)      Infoware, fakta dan informasi yang tercatat, seperti desain, spesifikasi dan cetak biru yang memungkinkan cepat dipelajari serta berbagai informasi, misalnya database.
4)      Orgaware, metode, jaringan kerja sama (networking), serta berbagai praktik yang berfungsi untuk mengkoordinasikan kegiatan untuk mencapai hal yang diinginkan.

Menurut Pattiwiri (2010), Penggilingan padi yang mempunyai teknologi modern menerapkan beberapa rangkaian mesin menjadi satu. Rangkaian mesin tersebut memiliki peran dan fungsi yang berbeda-beda. Rangkaian mesin minimal yang harus ada dalam penggilingan padi adalah berupa;
a)            Precleaner yaitu mesin pembersihan awal untuk membuang kotoran-kotoran dan benda asing dari gabah sehingga beras hasil penggilingan nantinya akan terbebas dari benda asing.
b)            Husker yaitu mesin pemecah atau pengupas kulit yang bertujuan melepaskan kulit gabah dengan kerusakan yang sekecil mungkin pada butiran beras.
c)            Aspirator, yaitu mesin untuk memisahkan sekam yang bertujuan memisahkan sekam dari beras pecah kulit dan gabah utuh yang belum terkelupas selama proses pemecahan kulit.
d)           Separator, yaitu mesin untuk memisahkan gabah dan beras pecah kulit agar tidak tercampur.
e)            Polisher, yaitu mesin penyosoh yang bertujuan untuk membuang lapisan bekatul dari butiran beras agar penampakannya lebih mengkilap.
f)             Grader, yaitu mesin untuk memisahkan beras berdasarkan ukuran agar dihasilkan beras menurut selera yang diinginkan.

C. Permasalahan Teknologi Penggilingan Padi di Tanah Air
Menurut data BPS (2002), Jumlah penggilingan padi di Indonesia sebanyak 108.512 unit dan diperkirakan paling tidak sebanyak 65 % penggilingan padi di Indonesia adalah penggilingan padi kecil  (PPK) dan rice milling unit (RMU) yang masih menggunakan sistim kerja one pass.
Konfigurasi mesin yang terdiri dari husker dan polisher ini akan menghasilkan rendemen yang kecil dan mutu beras yang jelek. Hal ini dikarenakan prinsip kerja dari mesin tersebut yang sederhana yaitu gabah langsung masuk ke husker kemudian jadi beras lalu langsung disosoh dengan polisher. Gabah yang masuk ke husker atau mesin pemecah kulit ini tidak seluruhnya jadi beras pecah kulit sehingga hasil akhir pada polisher beras masih banyak tercampur dengan gabah. Selain itu juga, mesin yang hanya memiliki satu polisher akan membuat beras banyak yang menjadi patah akibat gesekan yang terlalu keras dibandingkan dengan mesin yang memiliki dua atau tiga polisher. Kalau sudah begitu jelas akan berakibat ke hasil akhir berupa rendemen giling yang berkurang.  
Hasil Penelitian Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian tahun 2003 menunjukan, bahwa rendemen penggilingan padi yang telah dicapai sebagai berikut : Penggilingan Padi Kecil (PPK) memiliki rendemen rata-rata 55,7 % dengan kualitas beras kepala 74,25% dan beras patah 14,99%. Penggilingan Padi Menengah (PPM) memiliki rendemen rata-rata 59,69% dengan kualitas beras kepala 75,73% dan beras patah sebesar 12,52%. Penggilingan Padi Besar (PPB) memiliki rendemen rata-rata 61,48% dengan kualitas beras kepala 82,45% dan beras patah sebesar 11,97%.
Dampak yang disebabkan karena banyaknya penggilingan padi kecil dan mobile secara nasional menurut data perpadi setiap tahunnya beras yang terhilang atau terbuang akibat tercampur sekam saat proses penggilingan padi mencapai sekitar 3 persen dari 58 juta ton beras yaitu 1,2 juta ton beras dimungkinkan lenyap selama proses penggilingan dan berkumpul dalam bentuk sekam yang setara dengan nilai beras Rp 6 triliun per tahun (Kompas, 2001).
D. Revitalisasi Teknologi Penggilingan Padi
Menurut Gaybita (2009), Penggilingan padi merupakan kunci dalam penentu mutu beras yang beredar di pasar. Untuk bersaing di pasaran mutu beras diharapkan         memenuhi persyaratan yang sesuai dengan kebutuhan pasar, baik pasar lokal maupun internasional. Untuk itu, perbaikan mutu ditingkat penggilingan padi harus menjadi fokus dalam perbaikan mutu beras.  
Perbaikan mutu beras ditingkat penggilingan padi dapat dilakukan melalui “program revitalisasi penggilingan padi” yang antara lain dapat dilakukan adalah :
1)      Inovasi Teknologi Penggilingan Padi
Inovasi dalam penggilingan padi harus difokuskan kepada penggilingan padi kecil. Inovasi dapat dilakukan dengan perbaikan konfigurasi mesin yaitu menata kembali mesin-mesin yang telah ada sehingga kinerjanya optimal atau melalui penambahan jenis mesin tertentu yang tidak mahal. 
Penggilingan padi kecil (PPK) dapat dilakukan penambahan jenis mesin  separator (pemisah gabah dan beras pecah kulit) dan satu buah polisher (mesin penyosoh). Dengan demikian gabah dan beras pecah kulit akan dipisahkan oleh separator, yang masih dalam bentuk gabah akan kembali masuk ke dalam husker sedangkan beras pecah kulit akan diteruskan ke polisher satu dan polisher dua untuk menjadi beras bermutu tinggi.
Penambahan mesin ini dapat dilakukan pemerintah melalui Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani) dengan syarat mereka harus mendapatkan bimbingan teknis mengenai operasional dan perawatannya, pengetahuan manajemen usaha, serta pendampingan dan penguatan kelembagaan usaha dalam bentuk pemberian bantuan keuangan untuk operasional alat mesin penggilingan padi.
2)      Perbaikan proses kerja
Jikalau inovasi teknologi penggilingan padi dapat dilakukan maka solusi yang lain adalah dengan cara melakukan perbaikan proses kerja. Perbaikan proses kerja dapat dilakukan dengan cara penggilingan padi kecil hanya menghasilkan beras pecah kulit yang selanjutnya diolah di penggilingan padi besar menjadi beras giling. Dengan adanya pembagian kerja ini, kehilangan susut yang lebih besar serta beras banyak  yang patah akan terhindarkan.
3)      Penambahan Mesin Pendukung
Tambahan mesin pendukung selain mesin utama sangat membantu dalam peningkatan kuantitas dan kualitas beras. Mesin pendukung disini dapat berupa dryer yaitu mesin untuk mengeringkan gabah. Dengan dryer maka petani tidak lagi terkendala oleh cuaca walaupun di musim hujan. Dryer juga dapat mengeringkan gabah dengan sempurna. Gabah yang kering merata akan mempermudahkan dalam proses penggilingan selanjutnya untuk menghasilkan mutu beras yang baik.
4)      Perbaikan cara pandang dan manajemen
Cara pandang pengusaha penggilingan padi tentang kualitas beras yang dihasilkan beras harus diubah. Cara pandang sederhana yang mengatakan kalau sudah untung mau ngapain lagi harus dikikis habis, karena mereka tidak akan termotivasi untuk menghasilkan beras dengan mutu yang lebih tinggi. Selain cara pandang tersebut,  masalah lain yang tidak kalah pentingnya adalah manajemen yang konvensional. Manajemen yang konvensional disini dapat berupa pembukuan yang tidak jelas, sehingga tidak  diketahui berapa untung dan ruginya dalam berusaha tani.
Untuk mengatasi ke dua hal tersebut, pengusaha penggilingan padi dapat diberikan pelatihan, magang dan studi banding. Dengan adanya kegiatan tersebut wawasan mereka akan bertambah, pengalaman dari pengusaha penggilingan padi lain dapat diserap sehingga harapan untuk menjadi pengusaha penggilingan padi dengan konsep manajemen modern dapat terwujud.
E. Peran dan Dukungan Pemerintah
Peran dan dukungan pemerintah dalam program revitalisasi teknologi penggilingan padi sangat diharapkan. Pemerintah dapat memfasilitasi dan mendorong Persatuan Penggilingan Padi (PERPADI) untuk tampil kedepan menjadi motor bagi pembaharuan sistem dan usaha agribisnis perberasan nasional. Selain itu juga PERPADI bisa sebagai avalis bagi Gapoktan dalam mendapatkan kredit modal usaha, penyedia sarana produksi, penampung gabah petani, penyedia suku cadang alsintan, pengolah hasil samping, lumbung pangan dan sebagai pemasar beras. Selain mendorong PERPADI pemerintah juga dapat memberikan fungsi yang lebih besar kepada BULOG untuk menyerap hasil sebanyak-banyaknya dari beras yang dihasilkan oleh pengusaha penggilingan padi.
Dengan demikian revitalisasi penggilingan padi ini tidak hanya diharapkan adanya peningkatan rendemen, dan mutu gabah/beras tetapi ada hal lain yang lebih penting yaitu adanya perbaikan pendapatan dan kesejahteraan petani serta pelaku usaha. Masyarakat perdesaan sejahtera, masyarakat di perkotaan merasa aman dalam hal tercukupinya kuantitas dan kualitas beras sebagai makanan pokok. Sehingga program pemerintah dalam hal pengentasan kemisikinan di perdesaan lambat laun akan menjadi kenyataan dan tujuan sebenarnya dari pembangunan pertanian juga akan tercapai dengan sendirinya.
F. Penutup
            Program revitalisasi pertanian melalui inovasi teknologi penggilingan padi, perbaikan proses kerja, penambahan mesin pendukung, serta perbaikan cara padang dan manajemen diharapkan dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas beras di tanah air. Selain itu juga peran serta dukungan pemerintah juga sangat sebagai fasilitator dengan mendorong PERPADI dan BULOG sebagai motor penggerakan perbaikan kuantitas dan kualitas.
            Dengan terjalinnya sinergi program revitalisasi teknologi penggilingan padi melalui dukungan pemerintah dapat menjawab permasalahan kunci kehilangan susut hasil dan mutu beras yang selama ini terjadi di Indonesia. Dengan begitu kesejahteraan masayarakat pedesaan akan meningkat, dan tujuan utama pembangunan pertanian untuk mengentaskan kemiskinan penduduk di pedesaan akan terselesaikan dengan sendirinya.
Daftar Pustaka
Badan Pusat Statistik. 2002. Data Jumlah Penggilingan Padi di Indonesia. www.bps.go.id. Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2010. Data dan Jumlah Persentase Konsumsi Perkapita Penduduk di Indonesia. www.bps.go.id. Jakarta.
Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian. 2003. dalam Workshop Revitalisasi Penggilingan Padi. Wisma YTKI Jakarta tanggal18 Jun 2009. Jakarta
Gaybita, Nur M. 2009. Peningkatan Mutu Beras. Persatuan Penggilingan Padi dan Beras Indonesia. Jakarta.
Gumbira-Said, E Rahmayanti dan M.Z. Muttaqien. 2001. Manajemen Teknologi Agribisnis. Kunci Menuju Daya Saing Global Produk Agribisnis. Ghalia Indonesia. Jakarta.
Kompas. 2001. Meningkatkan Rendemen Dan Kualitas Beras Giling Melalui    Revitalisasi Sistem Penggilingan Padi Rakyat. http. Perpadi.or.id.
Pattiwiri, Abdul Waries. 2010. Teknologi Penggilingan Padi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
*) Divre Sumatera Selatan
    Staf SDM dan Hukum

PENINGKATAN NILAI TUKAR PETANI



MENINGKATKAN NILAI TUKAR PETANI PADI
MELALUI PENGADAAN GABAH DAN BERAS PERUM BULOG
Julkhaidar Romadhon *)

A. PENDAHULUAN
            Sektor pertanian merupakan sektor utama mata pencaharian penduduk Indonesia sampai saat ini. Sektor ini merupakan satu-satunya sektor yang mengalami pertumbuhan ketika krisis moneter tahun 1998 terjadi. Sektor pertanian yang dalam hal ini adalah tanaman pangan padi-padian merupakan sektor yang harus mendapatkan prioritas utama, karena memproduksi beras yang merupakan bahan makanan pokok sekitar 98% penduduk Indonesia (Riyadi, 2002) yang berjumlah lebih kurang 237 juta jiwa (BPS, 2011).
            Kelangkaan beras dan harga yang tidak terjangkau merupakan masalah utama perberasan di Indonesia yang harus segera dipecahkan, karena jika dibiarkan akan mengganggu ketahanan pangan nasional. Kedua masalah tersebut jika tidak segera diatasi akan berkorelasi dengan peningkatan angka kemisikinan. Penduduk miskin di Indonesia berdasarkan data  Badan Pusat Statistik (BPS) pada bulan maret 2011 tercatat 30,02 juta jiwa atau lebih kurang 12,49% dari total penduduk di Indonesia yaitu lebih kurang 237 juta jiwa, yang mana sekitar 63,2% dari jumlah tersebut berada di perdesaan dengan mata pencaharian utama di sektor pertanian dengan luas lahan kurang dari 0,3 hektar. 
            Kemiskinan petani di Indonesia merupakan masalah lama yang belum terselesaikan sampai sekarang. Petani selalu dijadikan objek penelitian dan topik diskusi yang hangat untuk diperbincangkan. Walaupun telah banyak penelitian dan diskusi para ahli, nyatanya sampai sekarang petani kita tetap miskin. Untuk itu, petani di Indonesia harus disejahterakan dengan hasil usaha mereka sendiri. Pemerintah harus menghargai atas apa yang telah mereka usahakan dan hasilkan melalui panennya. Salah satu bentuk penghargaan pemerintah atas hasil panen petani kita yaitu dengan cara membeli hasil panen itu sendiri. Tentunya pemerintah tidak mampu untuk membeli semua hasil panen petani, karena dibutuhkan dana yang sangat besar, oleh sebab itu diperlukan juga peran dari pihak swasta.
Pembelian baik oleh pemerintah maupun pihak swasta diharapkan dapat menguntungkan  para petani. Petani harus dilindungi dari kejatuhan harga gabah  dibawah ongkos produksi mereka, yang pada akhirnya membuat mereka rugi. Karena jika mereka rugi terus, lama kelamaan mereka akan malas untuk menanam padi kembali. Untuk mengatasi hal itulah, pemerintah mengeluarkan kebijakan perberasan yang dikenal dengan istilah Harga Pembelian Pemerintah (HPP) yang dilaksanakan oleh Perum BULOG. Kebijakan ini akan memberikan jaminan pasar dan jaminan harga bagi produksi gabah/beras mereka, sehingga petani bersemangat untuk menanam padi dan fenomena kejatuhan harga gabah/beras tidak terdengar lagi.
B. PENGERTIAN NILAI TUKAR PETANI (NTP)

Nilai Tukar Petani (NTP) merupakan salah satu indikator untuk mengukur tingkat kesejahteraan petani. Nilai tukar petani adalah rasio antara indeks harga yang diterima petani (IT) dengan indeks harga yang dibayar petani (IB) yang dinyatakan dalam persentase. Secara konsepsional NTP adalah pengukur kemampuan tukar barang-barang (produk) pertanian yang dihasilkan petani dengan barang atau jasa yang diperlukan untuk konsumsi rumah tangga dan keperluan dalam memproduksi produk pertanian.
     Indeks harga yang diterima petani (IT) adalah indeks harga yang menunjukkan perkembangan harga produsen atas hasil produksi petani. Sedangkan indeks harga yang dibayar petani (IB) adalah indeks harga yang menunjukkan perkembangan harga kebutuhan rumah tangga petani, baik kebutuhan untuk konsumsi rumah tangga maupun kebutuhan untuk proses produksi pertanian. 





Secara umum NTP menghasilkan 3 pengertian :


a.
NTP > 100 berarti NTP pada suatu periode tertentu lebih baik dibandingkan dengan NTP pada tahun dasar.


b.
 NTP = 100 berarti NTP pada suatu periode tertentu sama dengan NTP pada tahun dasar.


c. 
NTP < 100 berarti NTP pada suatu periode tertentu menurun dibandingkan NTP pada tahun dasar.
C. PENGADAAN GABAH DAN BERAS PERUM BULOG
            Pembelian gabah dan beras dalam negeri yang disebut sebagai pengadaan dalam negeri merupakan satu bukti keberpihakan Pemerintah (Perum BULOG) pada petani produsen melalu jaminan harga dan jaminan pasar atas hasil produksinya. Bulog diharapkan dapat menyerap gabah/beras sebanyak-banyaknya melalui fungsi pengadaannya. Pengadaan yang dilakukan Bulog harus berpedoman terhadap kebijakan perberasan yang diambil oleh pemerintah dalam hal ini Instruksi Presiden (INPRES).
            Pola pengadaan gabah dan beras yang dilakukan Perum BULOG ditempuh dengan berbagai cara, antara lain yaitu menjadikan penggilingan padi sebagai mitra, melakukan jemput bola dengan pembentukan satgas dan mengaktifkan fungsi UPGB sebagai bentuk perpanjangan tangan. Ketiga langkah tersebut sangat efektif dan tepat untuk meningkatkan kesejahteraan petani, karena dapat memotong panjangnya jalur distribusi penjualan hasil panen petani ke konsumen.
Perum BULOG membeli gabah/beras antara 2-3 juta ton/tahun atau 6-8% dari total produksi beras nasional. Pada era swasembada/surplus produksi, penyerapan gabah/beras oleh Bulog didorong hingga mencapai 10% atau sekitar 4 juta ton beras; Sejak terjadinya swasembada/surplus produksi beras periode 2008-2009, pemerintah terus mendorong peningkatan pengadaaan Bulog dari rata-rata 1,8 juta ton beras pada periode 2003-2007 menjadi 3,4 juta ton pada periode 2008-2009, atau meningkat 1,6 juta ton/tahun. Pengadaan beras/gabah setara beras biasa dilakukan Bulog pada musim panen raya yang mencapai 66%, musim panen gadu 30%, dan hanya 4% pada musim panen paceklik (Bulog, 2011).

D. PENGARUH HPP GABAH/BERAS TERHADAP NILAI TUKAR PETANI
Nilai tukar petani padi di Indonesia dari tahun 2010 sampai dengan 2011 relatif lebih baik dibandingkan dengan tahun dasar 2007, hal ini terlihat dari indeks nilai tukar petani yang diatas 100, yakni pada September 2011 adalah 105,17 persen. Walaupun secara umum kenaikan nilai tukar petani dari tahun ke tahun tersebut tidak signifikan atau terlalu kecil. Nilai ini didapat berdasarkan dari perbandingan barang (produk) pertanian yang dihasilkan petani dengan barang atau jasa yang diperlukan untuk konsumsi rumah tangga dan keperluan dalam memproduksi produk pertanian.   
Tabel 1. Nilai tukar petani padi bulan Desember 2010 - September 2011 (dalam %)
Bulan
Des 2010
Jan 2011
Feb 2011
Mar 2011
Apr 2011
Mei 2011
Juni 2011
Juli 2011
Aug 2011
Sep 2011
NTP
102.75
103.01
103.33
103.32
103.91
104.50
104.79
104.87
105.11
105.17
Sumber : BPS 2011
            Menurut Sunanto (2008), Rendahnya kenaikan nilai tukar tersebut antara lain disebabkan oleh adanya kebijakan pemerintah mengenai penetapan harga dasar (floor price) atau HPP gabah/beras yang selalu rendah. Memang dalam hal ini pemerintah dihadapkan dilema. Jika harga pembelian pemerintah ditetapkan agak tinggi maka dikhawatirkan masyarakat yang tergolong ekonomi lemah yang bukan petani mengalami penderitaan, karena kemudian tidak mampu membeli beras sesuai porsinya. Namun jika harga pembelian pemerintah ditetapkan rendah maka pihak petani yang menderita karena harga jual gabah atau beras yang dihasilkan rendah.
            HPP yang terlalu rendah  juga menyebabkan Bulog kesulitan menyerap gabah/beras petani, ini terlihat dari pengadaan gabah/beras dalam negeri Bulog yang hanya mencapai 1,5 juta ton dari target 4,4 juta ton walaupun produksi nasional gabah kering giling mencapai 64 juta ton GKG.


Tabel 2. Realisasi pengadaan Bulog, Target Pengadaan dan Produksi GKG
Tahun
Pengadaan Bulog (ton)
Target Bulog
(ton)
Produksi GKG*)
 ( ton )

Produksi
Beras (ton)
Rend. 63,5%
2011
1.493.645
4.400.000
65.385.183 
41.519.591
Sumber : Diolah dari data,
  1. Bulog realisasi sampai dengan November 2011
  2. BPS angka ramalan (ARAM) III

            Tabel 2 menunjukkan bahwa, dari 4,4 juta ton target yang ditetapkan pemerintah, Bulog hanya mampu menyerap 1,5 juta ton nya saja padahal produksi beras nasional sebanyak 41,5 juta ton. Realisasi pengadaan itu juga menunjukkan bahwa HPP yang ditetapkan pemerintah sudah dibawah dari harga jual gabah/beras petani di pasaran. Logikanya jika Bulog tidak bisa menyerap produksi gabah/beras petani dengan harga standar HPP, berarti mekanisme pasar telah jalan dan petani padi mendapatkan keuntungan yang lebih besar.
            Tetapi kenyataannya selama ini adalah realisasi dari kecilnya angka pengadaan Bulog tersebut tidak mencerminkan sejahteranya petani padi kita. Yang ada malahan sampai sekarang kemiskinan tetap saja menghantui petani padi di negeri ini. Kemiskinan ini terlihat beradasarkan survey yang dilakukan BPS yang mana setiap tahunnya nilai tukar petani kita tidak lebih dari 1%.
            Realita ini menunjukkan bahwa yang selama ini menikmati keuntungan besar adalah para tengkulak dan para pedagang besar yang memainkan harga. Karena semakin tinggi selisih harga ditingkat petani produsen padi dengan harga yang dibayar konsumen, maka semakin tinggi pula keuntungan yang diterima para tengkulak dan pedagang besar tersebut.
            Untuk itu, perlu suatu terobosan kebijakan dari pemerintah untuk meningkatkan nilai tukar petani padi kita. Pemerintah harus memikirkan bagaimana caranya memotong panjangnya rantai distribusi dari produsen padi ke konsumen, sehingga dengan demikian petani kita dapat merasakan keuntungan yang wajar dari hasil jerih payah mereka.
E.  KESIMPULAN
            Peran pengadaan Gabah dan Beras Perum BULOG sangat besar dampaknya bagi peningkatan nilai tukar petani padi. Pola pengadaan dengan membeli langsung ke petani dapat memotong alur distribusi yang panjang, sehingga HPP melalui Bulog dapat langsung dirasakan manfaatnya.  Dengan banyaknya gabah dan beras yang diserap untuk pengadaan dalam negeri, diharapkan nilai tukar petani padi dapat meningkat. Meningkatnya nilai tukar petani padi dari tahun ke tahun menunjukkan terjadinya peningkatan kesejahteraan rumah tangga petani padi tersebut. Dengan demikian tujuan pembangunan pertanian untuk mensejahterakan pertanian dapat terwujud. Semoga....

DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. 2011. Data dan Jumlah Persentases Penduduk Miskin di Indonesia. www.bps.go.id. Jakarta.
Perum Bulog. 2011. Statistik Data Operasional Bulog. Http://www.bulog.co.id
Riyadi, D. M.M. 2002. Permasalahan dan Agenda Pengembangan Ketahanan Pangan. Prosiding seminar: Tekanan penduduk, Degradasi Lingkungan dan Ketahanan Pangan. Pusat Studi Pembangunan dan Proyek Koordinasi Kelembagaan Ketahanan Pangan. Bogor. (dalam Ria Kusumaningrum. 2008. Dampak Kebijakan Harga Dasar Pembelian Pemerintah terhadap Penawaran dan Permintaan Beras di Indonesia. Tesis Pasca Sarjana IPB Bogor. Bogor).

Sunanto. 2008. HPP Gabah dan Beras Dinaikkan; Kenaikan Nilai Tukar Produk Pertanian Tetap                Rendah.http://c-tinemu.blogspot.com/2008/04/hpp-gabah-dan-beras-dinaikkan-   kenaikan.html


*) Staf SDM & Hukum
Divre Sumsel