Wednesday 19 October 2011

Revitalisasi Teknologi Penggilingan Padi Dalam Mendukung Pembangunan Pertanian


REVITALISASI TEKNOLOGI PENGGILINGAN PADI
 DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN PERTANIAN

Oleh : Julkhaidar Romadhon

Banyaknya penggilingan padi kecil yang tidak sesuai standar merupakan permasalahan utama dalam hal penurunan kuantitas dan kualitas beras selama ini. Penggilingan padi merupakan kunci utama dalam hal penentuan mutu beras yang beredar dipasaran. Oleh karena itu perlu adanya suatu usaha revitalisasi teknologi penggilingan padi untuk meningkatkan rendemen dan mutu beras sehingga dapat memenuhi kebutuhan beras dalam negeri.

A. Pendahuluan
            Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2007 jumlah penduduk miskin di Indonesia tercatat 37,2 juta jiwa. Sekitar 63,4% dari jumlah tersebut berada di perdesaan dengan mata pencaharian utama di sektor pertanian dan 80% berada pada skala usaha mikro yang memiliki luas lahan lebih kecil dari 0,3 hektar.
            Indonesia sebagai Negara agraris yang sebagian besar penduduknya hidup dari pertanian. Bahan makanan seperti padi atau beras dan jagung hanya diproduksi oleh pertanian rakyat, hampir tidak ada yang diproduksi oleh petani besar atau pengusaha pertanian besar. Hasil produksi pertanian rakyat dengan luas usaha tani dibawah setengah hektar sering tidak mencukupi kebutuhan tingkat konsumsi  untuk seluruh penduduk di Indonesia (Adiratma, 2004).
Tingkat konsumsi masyarakat Indonesia terhadap beras, tergolong cukup tinggi sampai saat ini. Beras masih dijadikan primadona makanan pokok rakyat dibandingkan jagung, sagu dan umbi-umbian. Secara nasional, jumlah konsumsi setiap orangnya mencapai 139 kilogram setiap tahunnya. Dengan demikian, untuk mencukupi kebutuhan beras tingkat nasional, dengan asumsi penduduk lebih kurang 240 juta jiwa dibutuhkan setidaknya 33 juta ton per tahun (BPS, 2007).
Guna memenuhi pasokan beras, pemerintah harus meningkatkan produksi padi dan gabah nasional. Kegiatan yang dilakukan tidak hanya memfokuskan diri pada produksi panen saja tetapi juga dituntut untuk mengatur soal kegiatan maupun kualitas formula penggilingan padi (PP) yang beredar di masyarakat. Penggilingan padi merupakan kunci utama untuk peningkatan kuantitas dan kualitas beras yang dihasilkan. Oleh karena itu, dibutuhkan sebuah kebijakan yang menyeluruh seputar panen dan pasca panen agar produktivitas perberasan nasional terus meningkat.

B. Arti dan Peranan Teknologi Penggilingan Padi dalam Sistem Perberasan di Indonesia
            Teknologi merupakan sumber daya buatan manusia yang kompetitif dan selalu mengalami perkembangan yang cepat. Penggunaan teknologi akan mengubah input menjadi output yang diinginkan (Gumbira-Said, et, al.,2001). Teknologi terdiri dari empat komponen sebagai berikut :
1)      Technoware, yang merupakan bagian dari fasilitas fisik seperti mesin serta peralatan yang dapat meningkatkan kekuatan manusia serta mengontrol jalannya
2)      Humanware, yang merupakan bagian dari kemampuan manusia itu sendiri, misalnya keterampilan, keahlian dan kreativitas yang memperlihatkan nilai yang sesungguhnya dari sumber daya manusia yang tersedia.
3)      Infoware, fakta dan informasi yang tercatat, seperti desain, spesifikasi dan cetak biru yang memungkinkan cepat dipelajari serta berbagai informasi, misalnya database.
4)      Orgaware, metode, jaringan kerja sama (networking), serta berbagai praktik yang berfungsi untuk mengkoordinasikan kegiatan untuk mencapai hal yang diinginkan.

Keempat komponen tersebut berinteraksi secara dinamis dan secara simultan dibutuhkan dalam mencapai kesuksesan pengelolaan teknologi. Tingkat kepentingan keempat komponen tersebut sangat relatif, tergantung dari tipe transformasi teknologi dan kompleksitas suatu penggunaan teknologi.
Penerapan teknologi pada penggilingan padi sangat dibutuhkan untuk meningkatkan produksi dan memperbaiki kualitas dari beras yang dihasilkan. Teknologi yang mudah dalam pengoperasian serta perawatan merupakan syarat utama keberhasilan dalam penerpannya. Sehingga peranan teknologi penggilingan padi semakin siknifikan dalam dunia perberasan di Indonesia.    
Menurut Pattiwiri (2010), Penggilingan padi yang mempunyai teknologi modern menerapkan beberapa rangkaian mesin menjadi satu. Rangkaian mesin tersebut memiliki peran dan fungsi yang berbeda-beda. Rangkaian mesin minimal yang harus ada dalam penggilingan padi adalah berupa;
a)            Precleaner yaitu mesin pembersihan awal untuk membuang kotoran-kotoran dan benda asing dari gabah sehingga beras hasil penggilingan nantinya akan terbebas dari benda asing.
b)            Husker yaitu mesin pemecah atau pengupas kulit yang bertujuan melepaskan kulit gabah dengan kerusakan yang sekecil mungkin pada butiran beras.
c)            Aspirator, yaitu mesin untuk memisahkan sekam yang bertujuan memisahkan sekam dari beras pecah kulit dan gabah utuh yang belum terkelupas selama proses pemecahan kulit.
d)           Separator, yaitu mesin untuk memisahkan gabah dan beras pecah kulit agar tidak tercampur.
e)            Polisher, yaitu mesin penyosoh yang bertujuan untuk membuang lapisan bekatul dari butiran beras agar penampakannya lebih mengkilap.
f)             Grader, yaitu mesin untuk memisahkan beras berdasarkan ukuran agar dihasilkan beras menurut selera yang diinginkan.

 Rangkaian beberapa unit mesin yang tersusun terpadu tersebut diatas dikenal dengan sistem penggilingan padi. Sistem penggilingan padi yang lengkap dapat meminimalkan kehilangan atau susut selama proses perubahan dari gabah menjadi beras. Susut yang sedikit selama proses perubahan dari gabah menjadi beras dapat meningkatkan rendemen yang pada akhirnya meningkatkan pendapatan petani itu sendiri.
Penggilingan padi yang lengkap tidak hanya meningkatkan rendemen tetapi kualitas dari beras yang dihasilkan juga dapat ditingkatkan. Mutu beras yang berkualitas baik merupakan tuntutan utama konsumen di masa sekarang. Konsumen berani membayar lebih terhadap kualitas beras yang bermutu tinggi. Dengan harga yang pantas sesuai kualitas, petani kita tidak lagi takut akan jatuhnya harga beras mereka di pasaran. Walaupun kelebihan stock akibat panen raya tidak akan berakibat banyak terhadap harga beras mereka. Karena beras yang bermutu baik bisa disimpan lebih lama dan di ekspor ke luar negeri.
 Jaminan harga yang pantas karena mutu beras yang baik dapat membuat petani bersemangat untuk menanam padi. Mutu beras yang baik dan kehilangan susut yang rendah merupakan bukti nyata peran penting  sistem penggilingan padi modern sebagai mata rantai dalam suplai beras nasional. Permasalahan kualitas yang jelek dan kuantitas beras yang kurang selama ini terjawab sudah dengan adanya sistem penggilingan padi modern.

C. Permasalahan Teknologi Penggilingan Padi di Tanah Air
Menurut data BPS (2002), Jumlah penggilingan padi di Indonesia sebanyak 108.512 unit dan diperkirakan paling tidak sebanyak 65 % penggilingan padi di Indonesia adalah penggilingan padi kecil  (PPK) dan rice milling unit (RMU) yang masih menggunakan sistim kerja one pass.
Penggilingan padi kecil yang menggunakan sistim kerja ”one pass” atau satu kali proses penyosohan dapat berdampak kurang baik terhadap kualitas dan rendemen beras yang dihasilkan. Teknologi penggilingan padi pada penggilingan padi kecil masih sederhana, konfigurasi mesinnya hanya terdiri dari husker dan polisher saja dan sudah berumur tua (Amran, 2010).  
Konfigurasi mesin yang terdiri dari husker dan polisher ini akan menghasilkan rendemen yang kecil dan mutu beras yang jelek. Hal ini dikarenakan prinsip kerja dari mesin tersebut yang sederhana yaitu gabah langsung masuk ke husker kemudian jadi beras lalu langsung disosoh dengan polisher. Gabah yang masuk ke husker atau mesin pemecah kulit ini tidak seluruhnya jadi beras pecah kulit sehingga hasil akhir pada polisher beras masih banyak tercampur dengan gabah. Selain itu juga, mesin yang hanya memiliki satu polisher akan membuat beras banyak yang menjadi patah akibat gesekan yang terlalu keras dibandingkan dengan mesin yang memiliki dua atau tiga polisher. Kalau sudah begitu jelas akan berakibat ke hasil akhir berupa rendemen giling yang berkurang.  
Hasil Penelitian Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian tahun 2003 menunjukan, bahwa rendemen penggilingan padi yang telah dicapai sebagai berikut : Penggilingan Padi Kecil (PPK) memiliki rendemen rata-rata 55,7 % dengan kualitas beras kepala 74,25% dan beras patah 14,99%. Penggilingan Padi Menengah (PPM) memiliki rendemen rata-rata 59,69% dengan kualitas beras kepala 75,73% dan beras patah sebesar 12,52%. Penggilingan Padi Besar (PPB) memiliki rendemen rata-rata 61,48% dengan kualitas beras kepala 82,45% dan beras patah sebesar 11,97%.
Dari data diatas dapat dilihat bahwa rendahnya tingkat rendemen penggilingan padi kecil dibandingkan dengan penggilingan padi menengah dan penggilingan padi besar.  Menurut Pattiwiri (2010), Jika PPK  dapat direvitalisasi menjadi PPM dan PPB dengan memperbaiki konfigurasi mesin dengan menambah rangkaian atau mengganti mesin yang telah rusak maka akan mendapatkan rendemen sebesar 3,98% atau menyelamatkan beras sekitar 123 kg/ha.
Rendemen giling dari tahun ke tahun mengalami penurunan secara kuantitatif dari 70% pada akhir tahun 70 an menjadi 65% pada tahun 1985, 63,2 pada tahun 1999, dan pada tahun 2000 paling tinggi hanya 62%, bahkan kenyataan di lapang di bawah 60%.  Apabila 1 % penurunan rendemen maka kehilangan kuantitatif beras lebih dari 500.000 ton, maka angka ini bernilai kerugian devisa setara lebih dari 117,5 juta USD per tahun (asumsi produksi nasional 50 juta ton dan harga beras 235 USD/ton); (KOMPAS, 2001).
Penurunan rendemen giling selain disebabkan karena usaha penggilingan padi yang ada selama ini masih sederhana. Selain itu keadaan tersebut diperparah di lapangan dengan berkembangnya penggilingan padi ”mobile ” yang menggunakan sistim kerja one pass dan diperkirakan jumlahnya cukup banyak. Penggilingan padi mobile ini banyak dimanfaatkan petani karena harga sewa yang tidak terlalu mahal dan menghemat ongkos angkut. 
Dampak yang disebabkan karena banyaknya penggilingan padi kecil dan mobile secara nasional menurut data perpadi setiap tahunnya beras yang terhilang atau terbuang akibat tercampur sekam saat proses penggilingan padi mencapai sekitar 3 persen dari 58 juta ton beras yaitu 1,2 juta ton beras dimungkinkan lenyap selama proses penggilingan dan berkumpul dalam bentuk sekam yang setara dengan nilai beras Rp 6 triliun per tahun (Kompas, 2001).
D. Revitalisasi Teknologi Penggilingan Padi
Keberhasilan dan kualitas swasembada pangan adalah perpaduan antara proses pra panen dan pasca panen. Teknologi pasca panen itu meliputi mesin pemotong padi (ripper), mesin perontok (thresser), mesin pengering (dryer), dan mesin Penggilingan Padi (Rice Milling Plant).
Kualitas mesin penggilingan padi akan menentukan produktivitas beras yang dihasilkan, dan berpengaruh pada program ketahanan pangan yang digalakkan pemerintah. Mesin berkualitas akan menghasilkan rendemen dan mutu beras sebanyak 3 persen lebih besar daripada mesin penggilingan bermutu rendah.
Menurut Gaybita (2009), Penggilingan padi merupakan kunci dalam penentu mutu beras yang beredar di pasar. Untuk bersaing di pasaran mutu beras diharapkan         memenuhi persyaratan yang sesuai dengan kebutuhan pasar, baik pasar lokal maupun internasional. Untuk itu, perbaikan mutu ditingkat penggilingan padi harus menjadi fokus dalam perbaikan mutu beras.   
 Perbaikan mutu beras ditingkat penggilingan padi dapat dilakukan melalui “program revitalisasi penggilingan padi” yang antara lain dapat dilakukan adalah :
1)      Inovasi Teknologi Penggilingan Padi
Inovasi dalam penggilingan padi harus difokuskan kepada penggilingan padi kecil. Inovasi dapat dilakukan dengan perbaikan konfigurasi mesin yaitu menata kembali mesin-mesin yang telah ada sehingga kinerjanya optimal atau melalui penambahan jenis mesin tertentu yang tidak mahal.  
Penggilingan padi kecil (PPK) dapat dilakukan penambahan jenis mesin  separator (pemisah gabah dan beras pecah kulit) dan satu buah polisher (mesin penyosoh). Dengan demikian gabah dan beras pecah kulit akan dipisahkan oleh separator, yang masih dalam bentuk gabah akan kembali masuk ke dalam husker sedangkan beras pecah kulit akan diteruskan ke polisher satu dan polisher dua untuk menjadi beras bermutu tinggi.
Penambahan mesin ini dapat dilakukan pemerintah melalui Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani) dengan syarat mereka harus mendapatkan bimbingan teknis mengenai operasional dan perawatannya, pengetahuan manajemen usaha, serta pendampingan dan penguatan kelembagaan usaha dalam bentuk pemberian bantuan keuangan untuk operasional alat mesin penggilingan padi.
2)      Perbaikan proses kerja
Jikalau inovasi teknologi penggilingan padi dapat dilakukan maka solusi yang lain adalah dengan cara melakukan perbaikan proses kerja. Perbaikan proses kerja dapat dilakukan dengan cara penggilingan padi kecil hanya menghasilkan beras pecah kulit yang selanjutnya diolah di penggilingan padi besar menjadi beras giling. Dengan adanya pembagian kerja ini, kehilangan susut yang lebih besar serta beras banyak  yang patah akan terhindarkan.
Rendemen dari Penggilingan padi kecil yang hanya memiliki rata-rata 55,7 % dengan kualitas beras kepala 74,25% dan beras patah 14,99%, akan meningkat menjadi rendemen rata-rata 61,48% dengan kualitas beras kepala 82,45% dan beras patah sebesar 11,97%. Dengan kondisi ini jelas sekali peningkatan kuantitas dan kualitas beras yang dihasilkan.
3)      Penambahan Mesin Pendukung
Tambahan mesin pendukung selain mesin utama sangat membantu dalam peningkatan kuantitas dan kualitas beras. Mesin pendukung disini dapat berupa dryer yaitu mesin untuk mengeringkan gabah. Dengan dryer maka petani tidak lagi terkendala oleh cuaca walaupun di musim hujan. Dryer juga dapat mengeringkan gabah dengan sempurna. Gabah yang kering merata akan mempermudahkan dalam proses penggilingan selanjutnya untuk menghasilkan mutu beras yang baik.
            Selain dryer, grain color sorter juga sangat diperlukan. Grain color sorter merupakan mesin yang berfungsi menyortir beras berdasarkan warnanya. Warna tersebut dipisahkan menjadi dua bagian yaitu beras yang sesuai standard an beras yang tidak sesuai standar. Warna yang sesuai standar adalah warna putih bening yang mencerminkan beras bernas dan telah disosoh dengan baik, sedangkan warna tidak standar adalah warna selain putih bening yang menandakan beras rusak, berjamur atau memiliki derajat sosoh yang rendah.
4)      Perbaikan cara pandang dan manajemen
Cara pandang pengusaha penggilingan padi tentang kualitas beras yang dihasilkan beras harus diubah. Cara pandang sederhana yang mengatakan kalau sudah untung mau ngapain lagi harus dikikis habis, karena mereka tidak akan termotivasi untuk menghasilkan beras dengan mutu yang lebih tinggi. Selain cara pandang tersebut,  masalah lain yang tidak kalah pentingnya adalah manajemen yang konvensional. Manajemen yang konvensional disini dapat berupa pembukuan yang tidak jelas, sehingga tidak  diketahui berapa untung dan ruginya dalam berusaha tani.
Untuk mengatasi ke dua hal tersebut, pengusaha penggilingan padi dapat diberikan pelatihan, magang dan studi banding. Dengan adanya kegiatan tersebut wawasan mereka akan bertambah, pengalaman dari pengusaha penggilingan padi lain dapat diserap sehingga harapan untuk menjadi pengusaha penggilingan padi dengan konsep manajemen modern dapat terwujud.
E. Penutup
Dukungan dan peran pemerintah dalam program revitalisasi teknologi penggilingan padi sangat diharapkan. Pemerintah dapat memfasilitasi dan mendorong Persatuan Penggilingan Padi (PERPADI) untuk tampil kedepan menjadi motor bagi pembaharuan sistem dan usaha agribisnis perberasan nasional. Selain itu juga PERPADI bisa sebagai avalis bagi Gapoktan dalam mendapatkan kredit modal usaha, penyedia sarana produksi, penampung gabah petani, penyedia suku cadang alsintan, pengolah hasil samping, lumbung pangan dan sebagai pemasar beras. Selain mendorong PERPADI pemerintah juga dapat memberikan fungsi yang lebih besar kepada BULOG untuk menyerap hasil sebanyak-banyaknya dari beras yang dihasilkan oleh pengusaha penggilingan padi.
Dengan demikian revitalisasi penggilingan padi ini tidak hanya diharapkan adanya peningkatan rendemen, dan mutu gabah/beras tetapi ada hal lain yang lebih penting yaitu adanya perbaikan pendapatan dan kesejahteraan petani serta pelaku usaha. Masyarakat perdesaan sejahtera, masyarakat di perkotaan merasa aman dalam hal tercukupinya kuantitas dan kualitas beras sebagai makanan pokok. Sehingga program pemerintah dalam hal pengentasan kemisikinan di perdesaan lambat laun akan menjadi kenyataan dan tujuan sebenarnya dari pembangunan pertanian juga akan tercapai dengan sendirinya.

Daftar Pustaka

Adiratma, E. Roekasah. Stop Tanam Padi ?: memikirkan kondisi petani padi Indonesia dan upaya meningkatkan kesejahteraannya. 2004. Penebar Swadaya.
Amran, Wibisono. 2010. Usaha Revitalisasi Penggilingan Padi. Warta Intra Bulog.
             Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2002.Data Jumlah Penggilingan Padi di Indonesia. BPS. Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2007. Data Jumlah Penduduk di Indonesia. BPS. Jakarta.
Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian. 2003. dalam Workshop Revitalisasi Penggilingan Padi. Wisma YTKI Jakarta tanggal18 Jun 2009. Jakarta
Gaybita, Nur M. 2009. Peningkatan Mutu Beras. Persatuan Penggilingan Padi dan Beras Indonesia. Jakarta.
Gumbira-Said, E Rahmayanti dan M.Z. Muttaqien. 2001. Manajemen Teknologi Agribisnis. Kunci Menuju Daya Saing Global Produk Agribisnis. Ghalia Indonesia. Jakarta.
Kompas. 2001. Meningkatkan Rendemen Dan Kualitas Beras Giling Melalui Revitalisasi
Sistem Penggilingan Padi Rakyat. http. Perpadi.or.id.
Pattiwiri, Abdul Waries. 2010. Teknologi Penggilingan Padi. Gramedia Pustaka Utama.
             Jakarta

No comments:

Post a Comment

komentar