Tuesday 10 December 2013



 BULOG  “REGULATOR ATAUKAH OPERATOR ”

Pembentukan Badan Otorisasi Pangan (BOP) hanya tinggal menunggu waktu.
Pertanyaannya siapkah BULOG kita tercinta ini untuk menjadi bagian daripada BOP ?

Regulator dan operator adalah dua kata yang sedang hangat-hangatnya diperbincangkan publik mengenai BULOG sekarang ini. Perdebatan tersebut muncul disebabkan keluarnya UU pangan No.8 tahun 2012 yang telah dibuat oleh DPR pada akhir tahun 2012. Dalam UU pangan tersebut DPR merekomendasikan paling lambat tahun 2014 terbentuknya lembaga pangan baru yaitu Badan Otorisasi Pangan (BOP). Sekarang keputusan berada di tangan pemerintah mengenai siapa atau lembaga mana yang akan menjadi leader dari Badan Otorisasi Pangan.
BULOG dalam Ketahanan Pangan
Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif dan produkstif secara berkelanjutan. Oleh karena itu, tercapainya ketahanan pangan akan memudahkan langkah menuju kemandirian dan kedaulatan pangan. Untuk itu perlu penegakkan tiga pilar ketahanan pangan agar tercipta ketahanan nasional, yang terdiri dari Pilar I ; Availability (ketersediaan), Pilar II ; Accessibility (keterjangkauan fisik & ekonomi) dan Pilar III; Stability (stabilitas pasokan & harga).
Peran Perum BULOG dalam mendukung ketahanan pangan terlihat dari tugas pelayanan publik perum BULOG yang sesuai Inpres Nomor 3 tahun 2012 yaitu :
1. Pilar ketersediaan ketahanan pangan
Melaksanakan kebijakan pembelian gabah/beras DN dengan ketentuan HPP (melalui pengadaan gabah beras DN, menjaga harga di tingkat petani, menjaga kecukupan stok). Pada pilar ini bentuk konkret kerja nyata BULOG adalah meningkatnya pengadaan beras secara nasional dari tahun ke tahun. Pengadaan beras BULOG memecahkan rekor pengadaan yang pernah dilakukan selama ini, mulai lebih dari 3 juta ton hingga sampai tembus 4 juta ton. Prestasi ini pun mendapatkan apresiasi tidak hanya oleh menteri BUMN tetapi presiden Republik ini pun mengakuinya.
2. Pilar keterjangkauan pangan
Menyediakan dan menyalurkan beras bersubsidi bagi kelompok masyarakat berpendapatan rendah (melalui program RASKIN). Bentuk konkret pada pilar ini, BULOG sukses menyalurkan RASKIN hingga ke pelosok daerah di seluruh negeri ini. Kesanggupan BULOG untuk mendistribusikan RASKIN sebenarnya diragukan banyak pihak. Mereka tidak percaya kemampuan BULOG mampu menjangkau medan-medan berat seperti jalan rusak, jalur air, hingga perdesaan terpencil. Dengan penyaluran RASKIN yang selalu 100 persen, ini menunjukkan kesuksesan BULOG menjaga pilar keterjangkauan pangan.         
3. Pilar stabilitas ketahanan pangan
Menyediakan dan menyalurkan beras untuk menjaga stabilitas harga beras, menanggulangi keadaan darurat, bencana dan rawan pangan (melalui pengelolaan CBP). Bentuk konkret pilar ini yaitu melakukan stabilisasi harga dengan operasi pasar seperti operasi pasar beras maupun daging yang dijual ke pasar ataupun pedagang pengecer.
Berdasarkan dari uraian ketiga pilar ketahanan pangan diatas, rasanya cukup pantaslah jika BULOG nantinya menjadi leader dalam urusan ketahanan pangan. Pemerintah dan masyarakat pun tak perlu ragu lagi tentang kemampuan BULOG dalam mengurusi perpanganan di negeri ini. Wajar jika BULOG dalam melakukan tugas banyak kekurangan dan keluhan disana sini, tetapi dalam hal tersebut kita harus melihat dari sisi positif juga. Bayangkan jika BULOG yang sudah puluhan tahun saja masih banyak kekurangannya, apalagi lembaga baru yang akan mengurusi tugas BULOG selama ini, bisa kita tebak tentunya pasti lebih banyak minusnya dibandingkan BULOG.     

Lahirnya UU Pangan
Lahirnya UU pangan No. 8 tahun 2012 yang disahkan oleh DPR bulan Oktober 2012 dilatarbelakangi carut-marutnya penanganan  pangan di negeri ini. Sembilan bahan pokok yang menjadi hajat hidup orang banyak, akhir-akhir ini harganya naik dan cenderung tidak terkendali. Pemerintah seolah-olah tidak berdaya menghentikan kenaikan harga sembako mulai dari beras hingga bahan pangan kecil seperti bawang dan cabai. Instansi pemerintah yang mengurusi masalah pangan seperti mengalami “kebakaran jenggot” menghadapi fenomena kenaikan harga sembako.
Instansi pemerintah yang mengurusi masalah pangan dinilai banyak kalangan berjalan sendiri-sendiri atau individualistis. Kebijakan yang dibuat dinilai begitu banyak yang tumpang tindih dan cenderung saling tidak mendukung.  Oleh karena itulah pemerintah didorong perlu meleburkan berbagai instansi untuk menjalankan kebijakan pangan.  Lembaga yang bernama Badan Otorisasi Pangan (BOP) ini diharapkan sebagai pembuat kebijakan tunggal terkait masalah pangan nasional. Hal ini sesuai dengan yang diamanatkan pada Pasal 126 dalam UU pangan No. 8 tahun 2012 berbunyi, "Dalam hal mewujudkan kedaulatan pangan, kemandirian pangan dan ketahanan pangan nasional, dibentuk lembaga pemerintah yang menangani bidang pangan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden"  serta pada Pasal 127 disebutkan, "Lembaga pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pangan". 
Dengan adanya ketentuan seperti tersebut diatas, harapan masyarakat yang besar terhadap urusan pangan di negeri ini bisa terwujud. Penyatuan ketiga lembaga pangan akan mempermudah membuat program pangan dari jangka pendek sampai dengan jangka panjang dalam satu wadah. Masalah koordinasi pangan antar lembaga pangan yang selama ini menjadi batu sandungan akan teratasi dengan adanya penyatuan ketiga lembaga tersebut.  Koordinasi yang lancar akan menguatkan serta mensinkronkan antara kebijakan dengan pelaksanaan.  Keselarasan yang harmonis akan mewujudkan ketahanan pangan di negeri ini menjadi kuat dan tangguh  tanpa tergantung impor pangan dari negara lain.

BULOG sebagai BUMN Pangan
Dalam UU Pangan yang dibentuk, DPR memberikan beberapa opsi yang diwacanakan kepada pemerintah untuk melakukan peleburan instansi yang mengurusi pangan untuk menjadi Badan Otorisasi Pangan (BOP) yaitu Dewan Ketahanan Pangan (DKP) yang dibawahi Presiden, Badan Ketahanan Pangan (BKP) yang  dibawahi Kementerian Pertanian dan Perum BULOG yang dibawahi Kementerian BUMN. Ada tiga opsi yang diwacanakan oleh DPR : (1) Peleburan dalam satu wadah ketiga instansi tersebut yaitu; DKP, BKP dan BULOG untuk menjadi BOP; (2) DKP tetap seperti bentuk semula,  BKP yang menjadi BOP, sedangkan BULOG tetap menjadi BUMN; (3) Penghapusan dua lembaga yaitu DKP dan BKP kemudian BULOG naik status menjadi BOP. Dari ketiga usulan yang diwacanakan tersebut tentu mempunyai pertimbangan sendiri-sendiri dan memiliki berbagai keunggulan dan kelebihan.
Wacana yang banyak berkembang sekarang adalah pada opsi ke dua, dimana BKP menjadi BOP dan BULOG tetap menjadi Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Opsi ke dua banyak didukung para kalangan mulai dari pakar hingga akademisi dari perguruan tinggi.  Mereka menilai harus ada pemisahan antara lembaga pembuat kebijakan (regulator) dengan lembaga pelaksana kebijakan (operator).   Pemisahan ini dilakukan agar tidak terjadi conflict of interest atau konflik kepentingan. Selain itu juga, pemisahan dilakukan untuk mengurangi terjadinya praktik-praktik penyimpangan yang mungkin bisa saja terjadi.
Rencana Kementerian BUMN untuk membentuk BUMN Pangan semakin banyak mendapat dukungan dari berbagai pihak. Pembentukan BUMN pangan ini merupakan bentuk konkret daripada pemisahan fungsi regulator dengan operator. BUMN pangan yang nantinya menjadi operator pangan akan bertanggung jawab dalam tugas-tugas distribusi dan keamanan pangan untuk melakukan fungsi stabilisasi harga bahan pangan utama di level nasional.
Pembentukan BUMN pangan tentunya perlu melibatkan BUMN-BUMN lain yang bergerak di bidang pangan. Dengan adanya keterlibatan BUMN lain tentu akan mempermudah dalam pelaksanaan kebijakan yang telah dibuat oleh Badan Otorisasi Pangan (BOP). Jika mengkaji tugas-tugas daripada pembentukan BUMN pangan sepertinya tugas tersebut adalah tugas sehari-hari Perum BULOG. Mengingat pengalaman BULOG mengurusi sembilan bahan pokok (sembako) puluhan tahun ketika berbentuk Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) tentunya BULOG lebih diharapkan sebagai leader BUMN Pangan nantinya. Ditambah lagi hampir 10 tahun BULOG berbaju BUMN dan sukses mengurusi komoditas beras, gula, kedelai hingga daging sapi.  
Kemampuan BULOG untuk menjadi leader daripada BUMN Pangan tentunya mendapat keraguan dari banyak pihak. Mereka mempertanyakan kesanggupan BULOG untuk menjaga kestabilan harga pangan berkaca daripada pengalaman yang sudah ada. Banyaknya kasus harga gabah yang anjlok di tingkat petani, keluhan masyarakat miskin terhadap program RASKIN serta pengalaman masa lalu mengenai pejabat BULOG yang memburu rente dari impor menjadi bahan perbandingan masyarakat terhadap kinerja BULOG ke depannya. Pengalaman tersebut tidak bisa kita pungkiri ataupun kita tutupi karena sudah menjadi rahasia umum dan tontonan khalayak ramai. Walaupun hal tersebut tidak bisa menjadi tolok ukur ke depannya, tetapi tetap saja menjadi bayang-bayang BULOG ke depannya.
BOP lembaga pemberantas kartel
Persoalan kartel yang merupakan permainan kotor dari sejumlah pedagang besar merupakan musuh bersama di negeri ini. Bagaimana tidak, ketika rakyat sedang kesusahan mendapatkan pangan dengan harga murah malah dijadikan kesempatan para oknum tersebut untuk mencari keuntungan berlipat-lipat yang menghisap seperti lintah darat. Semua lini pangan di negeri ini hampir selalu saja menjadi permainan kartel seperti contoh kasus daging sapi, bawang dan kedelai. Oleh karena itu praktik kotor seperti ini haruslah menjadi perhatian oleh pemerintah dan instansi terkait.
Kartel dapat diberangus jikalau ada koordinasi yang kuat antara pembuat kebijakan pangan di negeri ini dengan pelaksana dari kebijakan tersebut. Akan lebih baik lagi jikalau antara pembuat kebijakan dan pelaksana kebijakan berada dalam satu atap sehingga koordinasi akan lebih mudah dan sasaran cepat tercapai. Harapan banyak pihak diatas sepertinya akan segera terwujud, karena UU pangan telah mengamanatkan dibentuknya lembaga pangan yang mengurusi urusan pangan di negeri ini.         
Berdasarkan Bab XVII Ketentuan Penutup Pasal 150 disebutkan, "Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lambat 3 (tiga) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan". Ini artinya tiga tahun dari tahun 2012 yang berarti paling lambat 2015 Badan Otorisasi Pangan (BOP) akan terbentuk. BOP yang setingkat kementerian akan membuat lembaga ini bergigi dan mempunyai independensi dalam merumuskan kebijakan pangan ke depan.  Walaupun perdebatan masih panjang tentang formasi lembaga mana yang menjadi leader tetapi yang pasti sudah ada titik terang untuk menyelesaikan permasalahan pangan selama ini. Semoga segala macam bentuk permasalahan pangan di negeri ini mulai dari produksi bahan pangan yang tidak optimal, inefisiensi biaya usaha tani, swasembada pangan sampai kartel dapat terselesaikan ke depannya.  

    
 





No comments:

Post a Comment

komentar