BULOG
“REGULATOR ATAUKAH OPERATOR ”
Pembentukan
Badan Otorisasi Pangan (BOP) hanya tinggal menunggu waktu.
Pertanyaannya
siapkah BULOG kita tercinta ini untuk menjadi bagian daripada BOP ?
Regulator dan operator adalah dua
kata yang sedang hangat-hangatnya diperbincangkan publik mengenai BULOG
sekarang ini. Perdebatan tersebut muncul disebabkan keluarnya UU pangan No.8
tahun 2012 yang telah dibuat oleh DPR pada akhir tahun 2012. Dalam UU pangan
tersebut DPR merekomendasikan paling lambat tahun 2014 terbentuknya lembaga
pangan baru yaitu Badan Otorisasi Pangan (BOP). Sekarang keputusan berada di
tangan pemerintah mengenai siapa atau lembaga mana yang akan menjadi leader
dari Badan Otorisasi Pangan.
BULOG dalam Ketahanan Pangan
Ketahanan pangan adalah kondisi
terpenuhinya Pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari
tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam,
bergizi, merata dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan
dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif dan produkstif secara
berkelanjutan. Oleh karena itu, tercapainya ketahanan pangan akan memudahkan
langkah menuju kemandirian dan kedaulatan pangan. Untuk itu perlu penegakkan
tiga pilar ketahanan pangan agar tercipta ketahanan nasional, yang terdiri dari
Pilar I ; Availability (ketersediaan), Pilar II ; Accessibility (keterjangkauan
fisik & ekonomi) dan Pilar III; Stability (stabilitas pasokan & harga).
Peran Perum BULOG dalam mendukung
ketahanan pangan terlihat dari tugas pelayanan publik perum BULOG yang sesuai
Inpres Nomor 3 tahun 2012 yaitu :
1. Pilar ketersediaan ketahanan
pangan
Melaksanakan kebijakan pembelian
gabah/beras DN dengan ketentuan HPP (melalui pengadaan gabah beras DN, menjaga
harga di tingkat petani, menjaga kecukupan stok). Pada pilar ini bentuk konkret
kerja nyata BULOG adalah meningkatnya pengadaan beras secara nasional dari
tahun ke tahun. Pengadaan beras BULOG memecahkan rekor pengadaan yang pernah
dilakukan selama ini, mulai lebih dari 3 juta ton hingga sampai tembus 4 juta
ton. Prestasi ini pun mendapatkan apresiasi tidak hanya oleh menteri BUMN
tetapi presiden Republik ini pun mengakuinya.
2. Pilar keterjangkauan pangan
Menyediakan dan menyalurkan beras
bersubsidi bagi kelompok masyarakat berpendapatan rendah (melalui program
RASKIN). Bentuk konkret pada pilar ini, BULOG sukses menyalurkan RASKIN hingga
ke pelosok daerah di seluruh negeri ini. Kesanggupan BULOG untuk
mendistribusikan RASKIN sebenarnya diragukan banyak pihak. Mereka tidak percaya
kemampuan BULOG mampu menjangkau medan-medan berat seperti jalan rusak, jalur
air, hingga perdesaan terpencil. Dengan penyaluran RASKIN yang selalu 100
persen, ini menunjukkan kesuksesan BULOG menjaga pilar keterjangkauan pangan.
3. Pilar stabilitas ketahanan pangan
Menyediakan dan menyalurkan beras
untuk menjaga stabilitas harga beras, menanggulangi keadaan darurat, bencana
dan rawan pangan (melalui pengelolaan CBP). Bentuk konkret pilar ini yaitu
melakukan stabilisasi harga dengan operasi pasar seperti operasi pasar beras
maupun daging yang dijual ke pasar ataupun pedagang pengecer.
Berdasarkan dari uraian ketiga pilar
ketahanan pangan diatas, rasanya cukup pantaslah jika BULOG nantinya menjadi
leader dalam urusan ketahanan pangan. Pemerintah dan masyarakat pun tak perlu
ragu lagi tentang kemampuan BULOG dalam mengurusi perpanganan di negeri ini.
Wajar jika BULOG dalam melakukan tugas banyak kekurangan dan keluhan disana
sini, tetapi dalam hal tersebut kita harus melihat dari sisi positif juga. Bayangkan
jika BULOG yang sudah puluhan tahun saja masih banyak kekurangannya, apalagi
lembaga baru yang akan mengurusi tugas BULOG selama ini, bisa kita tebak
tentunya pasti lebih banyak minusnya dibandingkan BULOG.
Lahirnya UU Pangan
Lahirnya UU pangan No. 8 tahun 2012
yang disahkan oleh DPR bulan Oktober 2012 dilatarbelakangi carut-marutnya
penanganan pangan di negeri ini.
Sembilan bahan pokok yang menjadi hajat hidup orang banyak, akhir-akhir ini
harganya naik dan cenderung tidak terkendali. Pemerintah seolah-olah tidak
berdaya menghentikan kenaikan harga sembako mulai dari beras hingga bahan
pangan kecil seperti bawang dan cabai. Instansi pemerintah yang mengurusi
masalah pangan seperti mengalami “kebakaran jenggot” menghadapi fenomena
kenaikan harga sembako.
Instansi pemerintah yang mengurusi
masalah pangan dinilai banyak kalangan berjalan sendiri-sendiri atau
individualistis. Kebijakan yang dibuat dinilai begitu banyak yang tumpang
tindih dan cenderung saling tidak mendukung.
Oleh karena itulah pemerintah didorong perlu meleburkan berbagai
instansi untuk menjalankan kebijakan pangan.
Lembaga yang bernama Badan Otorisasi Pangan (BOP) ini diharapkan sebagai
pembuat kebijakan tunggal terkait masalah pangan nasional. Hal ini sesuai
dengan yang diamanatkan pada Pasal 126 dalam UU pangan No. 8 tahun 2012 berbunyi,
"Dalam hal mewujudkan kedaulatan pangan, kemandirian pangan dan ketahanan
pangan nasional, dibentuk lembaga pemerintah yang menangani bidang pangan yang
berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden" serta pada
Pasal 127 disebutkan, "Lembaga pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal
126 mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang
pangan".
Dengan adanya ketentuan seperti
tersebut diatas, harapan masyarakat yang besar terhadap urusan pangan di negeri
ini bisa terwujud. Penyatuan ketiga lembaga pangan akan mempermudah membuat
program pangan dari jangka pendek sampai dengan jangka panjang dalam satu
wadah. Masalah koordinasi pangan antar lembaga pangan yang selama ini menjadi
batu sandungan akan teratasi dengan adanya penyatuan ketiga lembaga
tersebut. Koordinasi yang lancar akan
menguatkan serta mensinkronkan antara kebijakan dengan pelaksanaan. Keselarasan yang harmonis akan mewujudkan ketahanan
pangan di negeri ini menjadi kuat dan tangguh
tanpa tergantung impor pangan dari negara lain.
BULOG sebagai BUMN Pangan
Dalam UU Pangan yang dibentuk, DPR
memberikan beberapa opsi yang diwacanakan kepada pemerintah untuk melakukan
peleburan instansi yang mengurusi pangan untuk menjadi Badan Otorisasi Pangan
(BOP) yaitu Dewan Ketahanan Pangan (DKP) yang dibawahi Presiden, Badan
Ketahanan Pangan (BKP) yang dibawahi
Kementerian Pertanian dan Perum BULOG yang dibawahi Kementerian BUMN. Ada tiga
opsi yang diwacanakan oleh DPR : (1) Peleburan dalam satu wadah ketiga instansi
tersebut yaitu; DKP, BKP dan BULOG untuk menjadi BOP; (2) DKP tetap seperti
bentuk semula, BKP yang menjadi BOP,
sedangkan BULOG tetap menjadi BUMN; (3) Penghapusan dua lembaga yaitu DKP dan
BKP kemudian BULOG naik status menjadi BOP. Dari ketiga usulan yang diwacanakan
tersebut tentu mempunyai pertimbangan sendiri-sendiri dan memiliki berbagai
keunggulan dan kelebihan.
Wacana yang banyak berkembang
sekarang adalah pada opsi ke dua, dimana BKP menjadi BOP dan BULOG tetap
menjadi Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Opsi ke dua banyak didukung para
kalangan mulai dari pakar hingga akademisi dari perguruan tinggi. Mereka menilai harus ada pemisahan antara
lembaga pembuat kebijakan (regulator) dengan lembaga pelaksana kebijakan
(operator). Pemisahan ini dilakukan
agar tidak terjadi conflict of interest atau konflik kepentingan. Selain
itu juga, pemisahan dilakukan untuk mengurangi terjadinya praktik-praktik
penyimpangan yang mungkin bisa saja terjadi.
Rencana Kementerian BUMN untuk
membentuk BUMN Pangan semakin banyak mendapat dukungan dari berbagai pihak.
Pembentukan BUMN pangan ini merupakan bentuk konkret daripada pemisahan fungsi
regulator dengan operator. BUMN pangan yang nantinya menjadi operator pangan
akan bertanggung jawab dalam tugas-tugas distribusi dan keamanan pangan untuk
melakukan fungsi stabilisasi harga bahan pangan utama di level nasional.
Pembentukan BUMN pangan tentunya
perlu melibatkan BUMN-BUMN lain yang bergerak di bidang pangan. Dengan adanya
keterlibatan BUMN lain tentu akan mempermudah dalam pelaksanaan kebijakan yang
telah dibuat oleh Badan Otorisasi Pangan (BOP). Jika mengkaji tugas-tugas
daripada pembentukan BUMN pangan sepertinya tugas tersebut adalah tugas sehari-hari
Perum BULOG. Mengingat pengalaman BULOG mengurusi sembilan bahan pokok
(sembako) puluhan tahun ketika berbentuk Lembaga Pemerintah Non Departemen
(LPND) tentunya BULOG lebih diharapkan sebagai leader BUMN Pangan nantinya.
Ditambah lagi hampir 10 tahun BULOG berbaju BUMN dan sukses mengurusi komoditas
beras, gula, kedelai hingga daging sapi.
Kemampuan BULOG untuk menjadi leader
daripada BUMN Pangan tentunya mendapat keraguan dari banyak pihak. Mereka
mempertanyakan kesanggupan BULOG untuk menjaga kestabilan harga pangan berkaca
daripada pengalaman yang sudah ada. Banyaknya kasus harga gabah yang anjlok di
tingkat petani, keluhan masyarakat miskin terhadap program RASKIN serta
pengalaman masa lalu mengenai pejabat BULOG yang memburu rente dari impor
menjadi bahan perbandingan masyarakat terhadap kinerja BULOG ke depannya.
Pengalaman tersebut tidak bisa kita pungkiri ataupun kita tutupi karena sudah
menjadi rahasia umum dan tontonan khalayak ramai. Walaupun hal tersebut tidak
bisa menjadi tolok ukur ke depannya, tetapi tetap saja menjadi bayang-bayang
BULOG ke depannya.
BOP lembaga pemberantas kartel
Persoalan kartel yang merupakan
permainan kotor dari sejumlah pedagang besar merupakan musuh bersama di negeri
ini. Bagaimana tidak, ketika rakyat sedang kesusahan mendapatkan pangan dengan
harga murah malah dijadikan kesempatan para oknum tersebut untuk mencari
keuntungan berlipat-lipat yang menghisap seperti lintah darat. Semua lini
pangan di negeri ini hampir selalu saja menjadi permainan kartel seperti contoh
kasus daging sapi, bawang dan kedelai. Oleh karena itu praktik kotor seperti
ini haruslah menjadi perhatian oleh pemerintah dan instansi terkait.
Kartel dapat diberangus jikalau ada
koordinasi yang kuat antara pembuat kebijakan pangan di negeri ini dengan
pelaksana dari kebijakan tersebut. Akan lebih baik lagi jikalau antara pembuat
kebijakan dan pelaksana kebijakan berada dalam satu atap sehingga koordinasi
akan lebih mudah dan sasaran cepat tercapai. Harapan banyak pihak diatas
sepertinya akan segera terwujud, karena UU pangan telah mengamanatkan
dibentuknya lembaga pangan yang mengurusi urusan pangan di negeri ini.
Berdasarkan Bab XVII Ketentuan
Penutup Pasal 150 disebutkan, "Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang ini
harus ditetapkan paling lambat 3 (tiga) tahun sejak Undang-Undang ini
diundangkan". Ini artinya tiga tahun dari tahun 2012 yang berarti paling
lambat 2015 Badan Otorisasi Pangan (BOP) akan terbentuk. BOP yang setingkat
kementerian akan membuat lembaga ini bergigi dan mempunyai independensi dalam
merumuskan kebijakan pangan ke depan.
Walaupun perdebatan masih panjang tentang formasi lembaga mana yang
menjadi leader tetapi yang pasti sudah ada titik terang untuk menyelesaikan
permasalahan pangan selama ini. Semoga segala macam bentuk permasalahan pangan
di negeri ini mulai dari produksi bahan pangan yang tidak optimal, inefisiensi
biaya usaha tani, swasembada pangan sampai kartel dapat terselesaikan ke
depannya.
No comments:
Post a Comment
komentar