Monday 30 September 2013



NASIONALISME MEROSOT, HARGA SEMBAKO MEROKET
*) Julkhaidar Romadhon

Kenaikan harga pangan/sembako yang tidak wajar merupakan indikasi merosotnya rasa dan jiwa nasionalisme pada bangsa Indonesia.

Momen perayaan kemerdekaan Republik Indonesia yang ke 68 pada tahun ini sangatlah spesial, hal ini karena  berada pada bulan syawal dimana umat islam masih merasakan suasana idul fitri atau lebaran. Suasana ini lebih terasa istimewa lagi, dikarenakan anak-anak belum masuk sekolah dikarenakan masih dalam suasana liburan. Tentu lomba-lomba yang akan diadakan untuk memperingati HUT RI di sekitar lingkungan rumah akan terasa lebih hidup lagi dan lebih bersemangat. Kegiatan tersebut diharapkan dapat menanamkan dan menimbulkan rasa dan jiwa nasionalisme yang tinggi pada setiap diri mereka.
MEROSOTNYA NASIONALISME
Rasa dan jiwa nasionalisme memang perlu ditumbuhkan oleh seluruh bangsa Indonesia, tidak terkecuali dari anak-anak sampai orang tua. Rasa serta jiwa mencintai bangsa dan Negara Indonesia haruslah dalam artian luas dan berbagai aspek kehidupan,  bukan hanya dikala Negara dalam keadaan perang. Akhir-akhir ini memang rasa dan jiwa nasionalisme rakyat Indonesia sedang dipertanyakan.Maraknya pemberitaan di televisi yang menyatakan bahwa penjualan bendera merah putih merosot dari tahun sebelumnya  merupakan indikasi merosot/memudarnya rasa nasionalisme. Pemberitaan tersebut memang belum tentu menjadi cermInan, tetapi yang perlu menjadi perhatian dan cerminan bersama adalah maraknya pemberitaanlainnya di televisi mengenai kasus korupsi yang melanda seluruh instansi dan lapisan masyarakat di negeri ini. Oknum-oknum yang melakukan tindakan korupsi tersebut seolah-olah tidak merasa bersalah dan berdosa, walaupun sejatinya uang yang mereka ambil adalah uang saudara mereka sendiri, uang sesama anak bangsa. Tidak tanggung-tanggung, uang yang mereka korup mencapai milyaran bahkan triliunan. Korupsinya juga tidak sendirian bahkan ada yang berkelompok atau yang sering trend dengan istilah korupsi berjamaah.   
Sosialisasi empat pilar kebangsaan yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Pancasila, Undang-Undang Dasar (UUD 1945) dan Bhineka Tunggal Ika yang dilakukan oleh MPR/DPR sangatlah tepat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.  Empat pilar kebangsaaan jika dihayati dan diamalkan tentunya akan meningkatkan  jiwa dan rasa nasionalisme pada setiap diri anak bangsa. Jiwa dan rasa nasionalisme yang tinggi pada setiap warga Negara Indonesia tentunya akan membuat mereka merasa malu untuk melakukan hal-hal yang menyimpang/menyeleweng terhadap Negara. Semua ini tentu akan terwujud jika para pemimpin level pusat seperti Presiden, MPR/DPR, Menteri hinga ke level daerah yaitu gubernur, walikota, camat hingga lurah memberikan contoh yang baik pada bawahan atau rakyatnya. Tetapi jika para pemimpin tersebut memberikan contoh yang tidak baik maka kebalikannya akan terjadi seperti sekarang dimana korupsi merajalela.
Wajar jika korupsi dimasukkan ke dalam golongan kejahatan luar biasa “extra ordinary crime”, dikarenakankorupsi lebih berbahaya dari kejahahatan lainnya seperti mencuri dan merampok walaupun sama-sama menimbulkan kerugian. Korupsi akan menimbulkan korban banyakorang yaitu rakyat, bayangkan jika uang yang dikorupsi adalah untuk pembangunan jalan, jembatan, sekolah  hinggarumah ibadah apalagi untuk pangan, tentu sungguh mengerikan.  
MEROKETNYA HARGA PANGAN
Enam puluh delapan  tahun sudah negeri ini merdeka, pemimpin silih berganti tetapi persoalan naiknya harga pangan sampai sekarang masih ada saja.  Kenaikan tersebut mulai dari harga gula, kedele, minyak goreng, bawang merah, bawang putih, cabe rawit, cabe merah hingga yang terbaru adalah daging sapi atau entah bahan bahan makanan apalagi yang bakal naik tinggal kita tunggu saja. Kenaikan harga bahan pangan tentunya dapatdimaklumi bersama jika memang produksi di dalam negeri tidak  mampu mencukupi konsumsi di dalam negeri, tetapi sebalikya kita tidak akan terima jika produksi dalam negeri cukup tetapi harga masih terus meningkat, begitu juga jika keran impor telah dibuka tetapi harga masih tetap tinggi. Tingginya harga pangan walaupun produksi mencukupi dan keran impor telah dibuka menunjukkan ada ketidak beres dalam rantai tataniaga, baik di tingkat produsen, pengumpul, pengecer, pedagang, importir hingga pemerintah selaku pembuat kebijakan juga memberikan andil. Semuanya mencari kesempatan dalam kesempitan, mencari keuntungan berlipat, menyempitkan jiwa nasionalisme, memperlebar jiwa kapitalisme.
Naiknya bawang merah dan bawang putih pada beberapa bulan yang lalu dapat menjadi contoh konkret. Harga bawang yang melambung bisadimaklumi karena memang produksi petani tidak mencukupi akibat terkendala cuaca. Tetapi sungguh tidak dapat kita terima ketika keran impor sudah dibuka tetapi harganya masih tinggi dan tidak kunjung menurun. Praktik-praktik kotor/menyimpang yang dilakukan oknum importir terbukti ketika ditemukannya ratusan kontainer berisi ribuan ton bawang merah dan putih menumpuk di pelabuhan. Mereka seolah-olah dikomando agar tidak segera mengguyur pasar dengan bawang impor tetapi hanya menahan stoknya agar bawang tetap langka dan mengarapkan agar harga terus melambung tinggi. Oleh karena itulah sekarang pemerintah memerintahkan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk menyelidiki adanya kartel pada impor bawang ini.
Bahan pangan yang menjadi contoh konkret lainnya adalah pada kasus harga daging sapi. Tingginya harga daging sapi sebelum lebaran yang mecapai  Rp 100 ribu/kg lebih bahkan ketika lebaran yang malah menembus angka Rp 140 ribu/kg lebih dibandingkan harga normal Rp 70-80 ribu/kg juga menunjukkan ketidakberesan dalam praktik tataniaga pertanian. Mulai dari produsen sapi yang menahan sapi hidupnya untuk dijual, pedagang daging sapi yang seenaknya menaikkan harga, importer yang menahan stok dagingnya di pelabuhan hingga pemerintah yang kong kali kong dalam penetapan kuota impor. Semua praktik ini bukanlah isapan jempol dan terbukti ketika semuanya tertangkap tangan oleh KPK dan terbongkar di depan sidang pengadilan.
Praktik kotor seperti kartel juga terindikasi dari meroketnya harga daging sapi belakangan.Hal ini terlihat ketika impor daging beku BULOG dari Australia serta impor sapi hidup oleh pemerintah tidak dapat menahan tingginya laju kenaikan daging sapi di seluruh daerah di Indonesia. Target pemerintah yang digadang-gadang dapat menstabilkan harga daging sapi menjelang lebaran di kisaran harga normal Rp 75 ribu/kg tidak terbukti, justru harga malah mendekati dua kali lipatnya. Tingginya animo masyarakat mengkonsumsi daging setahun sekali saat lebaran, sangat dimanfaatkan para pedagang yang mempunyai rasa nasionalisme sempit  untuk memburu rupiah sebanyak-banyaknya.  
PERAN PENTING PEMERINTAH
Ditengah merosotnya nilai-nilai nasionalisme pada diri anak bangsa akhir-akhir ini peran pemerintah sangatlah diperlukan. Nilai-nilai kapitalisme yang mempunyai prinsip untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dengan mengeluarkan biaya seminimum mungkin haruslah dilawan. Prinsip kapitalisme tersebut sepertinya sudah masuk ke dalam seluruh pelaku usaha di dalam rantai tataniaga pertanian, baik dari produsen sampai pedagang.  Pemerintah tidak bisa membiarkan proses supply dan demand sesuai dengan mekanisme pasar yang terjadi. Jikalau ini terus dibiarkan maka akan terjadi distorsi pasar dimana harga akan terus melambung akibat ketidakseimbangan antara permintaan dengan penawaran.
Pemerintah harus mengeluarkan kebijakan untuk mengatur dan mengawasi kegiatan supply dan demand yang terjadi, dengan kata lain pemerintah harus melakukan intervensi jikalau terjadi ketidakseimbangan pasar. Walaupun di negeri ini tidak adalagi lembaga pemerintah yang secara khusus mengatur supply dan demand suatu barang kebutuhan pokok, tetapi pemerintah bisa memberikan kewenangan lebih kepada perusahaan swasta Negara atau badan usaha milik Negara (BUMN) yang dalam hal ini dianggap swasta. Keuntungan yang didapatkan oleh BUMN tentunya akan kembali kepada Negara, hal ini sangat berbeda dengan perusahaan swasta murni dimana keuntungannya hanya untuk pribadi, sekelompok orang atau pemegang saham. Perusahaan swasta murni tentu lebih mengejar laba yang tinggi tanpa memikirkan dampak yang diakibatkannnya. Mereka akan menerapkan berbagai macam strategi agar perusahaan mengeluarkan biaya yang sedikit untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya. Fenomena inilah sebenarnya yang sedang terjadi pada mekanisme pasar di negeri ini, walaupun stok barang tersedia namun harga tidak kunjung turun atau normal seperti sediakala.
Perimbangan kekuatan dari pemerintah sebagai kompetitor untuk melawan ketidakseimbangan pasar harus segera direalisasikan. Pemerintah tidak boleh ragu-ragu ataupun setengah hati dalam memberikan kewenangan lebih kepada perusahaan BUMN yang bergerak di bidang pangan. Dengan adanya kewenangan lebih tentunya akan terjadi perimbangan kekuatan sehingga terjadi titik keseimbangan yang dinilai wajar. Pengusaha-pengusaha nakal yang hanya mengejar keuntungan semata akan merasa takut untuk menaikkan harga barang semaunya, karena mereka sudah mendapatkan kompetitor yang seimbang. Apalagi mereka mau melakukan praktik kotor seperti menimbun barang untuk mengharapkan harga tinggi akibat kelangkaan barang yang terjadi di pasar, tentu mereka akan berpikir berpuluh-puluh kali.
Bentuk konkret praktik-praktik kecurangan yang terjadi di pasar dalam negeri bisa kita lihat pada momen-momen menjelang lebaran. Pada saat itu, antusiasme masyarakat untuk mengkonsumsi sedang tinggi-tingginya, mereka tidak lagi memperdulikan tingginya harga dikarenakan momen tersebut terjadi hanya satu tahun sekali. Seperti pada harga daging, mesti harganya sudah hampir dua kali lipat dari harga normal, masyarakat tidak ambil pusing mereka tetap saja membeli walaupun dalam jumlah sedikit. Pelaku usaha di bidang tersebut sangat diuntungkan dengan menaikkan harga seenaknya, dengan alasan berbagai macam dan anehnya keadaan ini kompak sampai ke seluruh pasar-pasar kota besar. Melihat fenomena seperti ini pemerintah tentunya akan bertindak cepat untuk mengantisipasi lonjakan harga tersebut. Pemerintah memberikan wewenang kepada BULOG untuk melakukan impor daging dengan tujuansebagai kompetitor penyeimbang harga.  Dengan berbekal kuota impor daging beku hanya 8.000 ton dari Australia tentunya BULOG tidak dapat berbuat banyak untuk menurunkan harga. Walaupun harganya Rp 75 ribu/kg jauh dibawah normal, tetapi karena penyebarannya tidak merata diseluruh pasar dan daerah, harga tetap tidak bergeming diangka Rp 100 ribu/kg.  Ditambah lagi isu ke halalan daging beku impor yang dihembuskan pedagang ke masyarakat tentu semakin membuat operasi pasar daging beku oleh BULOG semakin tidak efektif.   
Intervensi pemerintah melalui BUMN oleh BULOG seharusnya di dukung penuh bukan setengah hati. Pemerintah tidak hanya memberikan dukungan kepada BULOG agar lebih proaktif dalam melakukan impor seperti impor daging dari Australia, tetapi juga harus mendukung langkah serta strategi apa yang akan diambil BULOG dalam rangka melaksanakan stabilisasi harga daging. Impor memanglah langkah terakhir dan darurat yang dilakukan pemerintah untuk menstabilkan harga, tetapi jika BULOG hanya diberikan porsi dengan jumlah kecil dibandingkan para importer lain semuanya seperti menabur garam di lautan. Tentunya operasi pasar yang dilakukan BULOG tidak akan efektif, dan justru kelembagaan BULOG dipertaruhkan dan dipertanyakan keberadaannya. Pemerintah seharusnya memberikan kuota impor yang kira-kira dianggap mampu bersaing dengan importer lain dan mampu mengintervensi harga di pasar, sehinga dengan demikian tujuan akhir  untuk menstabilkan harga bisa terwujud.
PENUTUP
Kenaikan harga pangan yang terus menerus dan silih berganti telah membukakan mata kita semua tentang pentingnya ketahanan pangan. Urusan pangan tidak bisa dianggap remeh dan sebelah mata karena menyangkut keberlanjutan hidup orang banyak. Seluruh sektor kehidupan akan terganggu bahkan berhenti jikalau pangan tidak tercukupdani  Negara akan menjadi kacau.  Sebagai bahan perbandingan adalah kasus bawang merah dan putih yang bukan makanan pokok dan hanya sedikit sekali penggunaannya saja, sudah dapat memicu inflasi yang tinggi dan membuat pemerintah kebingungan, apalagi beras dan makanan pokok lainnya. Semua ini akhirnya mengingatkan kita kembali akan pentingnya lembaga pemerintah yang berfokus pada urusan pangan. Badan Otorisasi Pangan (BOP) harus segera direaliasisikan secepatnya, agar terjadi kesinkronan antara kebijakan dengan tindakan. Hendaknya badan ini diisi oleh orang-orang yang profesional dan telah lama mengurusi masalah pangan di tanah air kita ini.  Sehingga mereka bisa merumuskan kebijakan yang komprehensif baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang mencakup dari hulu sampai ke hilir. Jika sudah terjadi kesinkronan seperti itu cita-cita pemerintah dan kita bersama untuk mencapai kemandirian pangan akan terwujud. Untuk itu mari kita beri dukungan bersama akan lahirnya lembaga baru yang bernama Badan Otorisasi Pangan demi tercapainya Negara yang berdaulat atas pangan.  Dirgahayu negeriku…. Dirgahayu bangsaku…   Merdeka….

*) Divre Sumatera Selatan